Peneliti Kajian Budaya Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati
menilai film The Innocent of Moslem yang kontroversial merupakan upaya
negara Barat untuk mendeskreditkan Islam. Dimulai sejak tahun 2001 kasus
9 September di World Trade Center (WTC).
Devie menilai melalui film tersebut bisa menunjukkan ketakutan negara barat terhadap kemajuan Islam. Sejak tahun 2001, banyak hal yang berdampak kepada kehidupan negara Barat khususnya Amerika Serikat.
“Ini ketakutan bangsa barat terhadap islam, memang seperti dua sisi mata uang, pertama bisa mendorong warga Amerika Serikat mau tahu tentang islam seperti apa dan mempelajarinya jadi lebih dekat dengan Islam, atau memang menuding islam buruk,” katanya kepada Okezone, Minggu (16/09/12).
Selama ini, proses menjelek – jelekkan islam sudah dimulai melalui pembuatan karikatur hingga saat ini melalui film. Baginya, dari segi komunikasi budaya, hal ini membuat umat islam perlu kerja keras untuk menciptakan standar ganda menghadapi hinaan mereka.
“Karena bagi bangsa Barat, hal ini direspons dengan cepat, ini ekpsresi biasa dari masyarakat biasa. Sebagai negara dengan mayoritas muslim terbesar, bisa dimulai dari Indonesia, bagaimana bisa 'memPRkan' (menjadi penghubung) dirinya bahwa hinaan itu salah, direspons dengan komunikasi lain, jangan dibalas dengan kekerasan,” paparnya.
Selama ini, kata dia, Amerika Serikat (AS) selalu mengaitkan islam dengan teroris. Padahal, kata dia, teroris di Indonesia bukan berlatar belakang islam, tetapi ada unsur kesenjangan ekonomi di dalamnya.
“Bagaiman Indonesia mempunyai peran strategis, islam bukan hanya Arab, tunjukkan bahwa islam hangat, islam adalah jalan hidup, memang di Indonesia islam tak lepas dengan isu teroris, tapi kita lihat kan ada persoalan ekonomi juga yang melatarbelakangi,” tandasnya.
Foto : Sutradara pembuat film Innocent of Muslims
Devie menilai melalui film tersebut bisa menunjukkan ketakutan negara barat terhadap kemajuan Islam. Sejak tahun 2001, banyak hal yang berdampak kepada kehidupan negara Barat khususnya Amerika Serikat.
“Ini ketakutan bangsa barat terhadap islam, memang seperti dua sisi mata uang, pertama bisa mendorong warga Amerika Serikat mau tahu tentang islam seperti apa dan mempelajarinya jadi lebih dekat dengan Islam, atau memang menuding islam buruk,” katanya kepada Okezone, Minggu (16/09/12).
Selama ini, proses menjelek – jelekkan islam sudah dimulai melalui pembuatan karikatur hingga saat ini melalui film. Baginya, dari segi komunikasi budaya, hal ini membuat umat islam perlu kerja keras untuk menciptakan standar ganda menghadapi hinaan mereka.
“Karena bagi bangsa Barat, hal ini direspons dengan cepat, ini ekpsresi biasa dari masyarakat biasa. Sebagai negara dengan mayoritas muslim terbesar, bisa dimulai dari Indonesia, bagaimana bisa 'memPRkan' (menjadi penghubung) dirinya bahwa hinaan itu salah, direspons dengan komunikasi lain, jangan dibalas dengan kekerasan,” paparnya.
Selama ini, kata dia, Amerika Serikat (AS) selalu mengaitkan islam dengan teroris. Padahal, kata dia, teroris di Indonesia bukan berlatar belakang islam, tetapi ada unsur kesenjangan ekonomi di dalamnya.
“Bagaiman Indonesia mempunyai peran strategis, islam bukan hanya Arab, tunjukkan bahwa islam hangat, islam adalah jalan hidup, memang di Indonesia islam tak lepas dengan isu teroris, tapi kita lihat kan ada persoalan ekonomi juga yang melatarbelakangi,” tandasnya.
[Sumber: Okezone]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan berikan komentar anda