Suatu malam saya lagi maen. Yah
kalo bahasa gaulnya itu HANG OUT lah. Asyik nge-NET di salah satu universitas
negeri di kota bandung ini. (asyiklah, soalnya WIFI-nya aktif 24jam gan. Terus
unsecured lagi). Malam terus semakin malam, bosen internet-an tapi bingung mau
kemana. Akhirnya saya sama do’I saya sepakat buat menjelajah malamnya kota
bandung.
Kami terus jalan mengikuti ibu jari
sang kaki yg entah akan membawa kami kemana, sampai akhirnya nongol juga seekor
angkot yg ternyata jurusan kalapa-ledeng. Tanpa pikir panjang, kita berdua
langsung menunggangi angkot tersebut. Didalam angkot-pun kami bingung mau pergi
kemana nih? Sembari mikir-mikir sambil ditemenin lagu yg enak didengar (duh
saya lupa judul lagunya apaan) dan sekaligus ngeliyatin pak sopir yg tiap hari
kerjanya tiap hari jalan-jalan terus pake mobil (aduh betapa makmurnya para
sopir itu), akhirnya munculah ide, saya pun mengutarakan ide tersebut kepada
ibu negara saya yg kira-kira isi-nya seperti ini, “mari kita menengok
saudara-saudara kita di jalan braga yg sedang tertimpa musibah kesusahan”
(kesusahan buat menghabiskan uang, makanya dipake ke diskotik untuk ajeb-ajeb,
bukannya dipake buat hal yg lebih bermanfaat) dan kamipun sepakat buat pergi
kesana.
Waktu terus berjalan seiring dengan
angkot yg kami tumpangi yg terus melaju dan kami-pun semakin mendekati tempat
kejadian perkara. Setelah sampai disebuah pom bensin di daerah naripan kami-pun
bergegas turun dari angkot, tak lupa membayar ongkos perjalanan kami berdua dan
sang sopir-pun langsung beranjak pergi. Yah begitulah sopir angkot, hidupnya
selalu saja jalan-jalan dengan kendaraannya. Sibuk, sehingga beliau tidak punya
waktu bahkan hanya sekedar untuk jalan-jalan dengan kami. Tapi yah sudahlah
biarkan sang sopir tersebut pergi dengan tenang. Kita hanya bisa mengiringinya
dengan doa.
Berjalan kaki, terus berjalan,
berjalan, dan berjalan. Dikiri-kanan yg terlihat hanyalah tumpukan beton yg
berdiri dengan angkuhnya. Tak lama kami-pun tiba di tempat yg kami tuju. Kesan
pertama yg tampak dari jalan braga adalah nuansa tempo dulu. (emang braga dulu
dipenuhi oleh lalu lalangnya kendaraan seperti sekarang yah??) jalanannya
sedikit unik karena tidak terbuat dari aspal yg dapat kita lihat pada umumnya,
melainkan menggunakan pola kotak-kotak (kayak seragam pendukung jokowi-ahok
yah) yg terbuat dari batu. Bangunannya kebanyakan masih asli dari jamannya.
Diskotik disana-sini. Banyak orang yg keluar masuk ke tempat tersebut. (saya
mah ogah banget, bukan apa-apa. Hal itu dikarenakan saya orangnya takut ruangan
gelap). Tapi suasana di luar juga gak kalah ramenya. Banyak orang-orang
berkumpul di pinggir jalan. Banyak cewek yg berpakaian agak cihuy yg
seakan-akan pakaiannya itu berbisik, “ayo mas datanglah padaku”. Banyak para
pedagang yg selalu bahagia karena kemana-mana selalu saja membawa banyak
makanan, minuman, dll. Ada juga yg lagi tiduran (kasihan mereka. Setau saya nih
gan, kan di Indonesia ada UUD 1945 pasal 34 yg kira-kira berbunyi seperti ini,
“fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”. Tapi kalo
melihat realitanya kayak begini saya jadi ragu jangan-jangan pasal tersebut
hanya untuk pelengkap saja tanpa ada pelaksanaannya) tapi sudahlah, mari kita
tinggalkan orang-orang yg sedang tertidur pulas itu, mari kita lanjutkan
ceritanya.
Perjalananpun berlanjut, tujuannya
masih belum tentu. Huh, kenapa sih
tujuannya selalu saja tidak pasti. Dan kenapa ibu jari kaki ini begitu egois
terus saja memerintahkan berjalan tanpa saya sendiri juga tidak tahu kemana
beliau akan membawa saya. Tapi tak apa lah. Cuma berfokus pada pergi, bukan
kemana.
Terus berjalan menyusuri jalanan
kota bandung. Melewati beberapa gedung tua (kayak judul lagu dangdut yah) yg
sepertinya gedung tersebut peninggalan pada jaman kolonial belanda. Suasana
mencekam mulai terasa. Dari beberapa jendela gedung tersebut sekilas ada
bayangan (belum tentu itu bayangan setan loh. Kan saya bilang Cuma sekilas ada
bayangan). Suasana menyeramkan semakin menjadi-jadi setelah saya berpapasan
dengan beberapa mojang imitasi from bandung (kalo gak salah sih disekitar
daerah wastukencana). Mereka lagi nongkrong, jumlahnya sekitar 3 orang.
Memasang aksi sok feminim dengan body yg aduhai seperti gitar spanyol (tapi yg
udah jatuh dari puncak menara mesjid agung bandung). Bedak yg kalo diukur kira-kira
tebalnya hampir sama dengan tebalnya aspal beton yg ada disekitar rumah ane. Dada
super gede (gak tau tuh isinya apaan). Bahasanya aneh (tapi ada sih beberapa
kata dari kaum mereka yg ane kenal soalnya dulu juga ane punya temen sekelas
mahluk yg kayak gini). Tapi untungnya sang khalik masih mendengar doa hamba
jadi saya tidak jadi dimangsa oleh para predator ganas ini. buat agan-agan yg
lagi sial ketemu sama mahluk macam ini ada beberapa saran nih dari saya. Cara
pertama pura-pura gak ngelihat aja gan. Istilah gaul-nya sih selonong boy. Gak
usah tengok kanan-kiri, tetaplah pada jalan lurus yg dikehendaki oleh sang maha
pencipta (ngomong-ngmong kata maha, kayaknya di dunia ini Cuma ada dua maha
yaitu mahaesa dan mahasiswa yah???). cara kedua masuk aja sama golongan type si
pasrah. Kalo digangguin agan-agan pura-pura aja pingsan. Kalo lagi beruntung
sih itu mahluk paling langsung cabut karena ogah banget buat tanggung jawab
udah bikin anak orang kelepek, tapi pas lagi sialnya nih gan, agan-agan bisa jadi
sasaran serangan rudal mereka (ikh, amit-amit). Cara ketiga, nah ini cara
terampuh. Agan-agan berlaga saja layaknya atlet marathon. Tanpa pikir panjang langsung aja ambil jurus
seribu langkah (tapi harus dipastiin dulu kecepatan lari agan-agan wajib lebih
cepat dari itu mahluk).
Ngomong-ngmong geje juga nih
ngomongin posernya para cewek. Udahlah, lanjut ceritanya. Kembali ke laptop.
Jam sudah menunjukan hampir jam 1
pagi. Suasana dingin khas kota bandung sudah mulai terasa. Sambil menahan rasa
dingin kamipun terus berjalan. Tapi suasana berubah seketika ketika tidak
sengaja saya melihat mobil jenazah yg lagi asyik nongkrong (parkir) didepan
sebuah yayasan kesehatan. Suasana dingin yg tadinya terasa alami berubah
menjadi dingin yg aneh, tanpa pikir panjang kami pun berlomba lari secepat yg
kami bisa untuk mencapai garis finish. Asli gan, serem banget itu mobil.
ditambah didalamnya itu ada keranda mayatnya. Lagian itu mayat manja banget.
Udah mati, eh malah masih sempet-sempetnya kepikiran buat minta dianterin jalan-jalan
pake mobil.
Untungnya ketegangan berakhir
setelah kami berpapasan dengan tukang nasi goreng (ini tukang nasi goreng asli,
bukan hantu.) ditambah ada beberapa orang juga yg lagi asyik menghajar nasi
goreng buatan si mas-mas penjualnya. Kalo gak salah nama nasgor-nya itu NASI
GORENG SI NGANYING (jl.cihampelas). berhubung barusan kami sudah mengikuti
lomba lari sprint, maka secara tidak langsung perut kami protes minta jatah.
Yah daripada masuk angin, tanpa pikir panjang langsung saja kami memesan nasgor
tersebut (sebenernya sih alasan utama beli nasgor tersebut bukanlah karena
barusan udah lari terbirit-birit, tapi dikarenakan dari tadi tunangan saya
ngeyel pengen nasi goreng. Aneh nih anak, ngidam kali yah. Padahal kan bikinya
aja belum). Tapi yah sudahlah, sang maha kuasa sudah terlanjur mempertemukan
kami dengan penjual nasi goreng tersebut, jadi kami tidak sanggup menolak apa
yg dikehendakinya.
Akhirnya makanan yg ditunggu-tunggu
pun jadi juga dan siap disantap. Kami Cuma memesan 1 porsi buat berdua. Selain
kesan romantisnya lebih dapet, juga lebih hemat loh. Saya kan Cuma menjalankan
program pemerintah tentang penghematan (hemat atau pelit sih??? bingung). Tanpa
berpikir panjang apalagi berpikiran pendek, kami berdua langsung menghajar nasgor
buatan si amang tersebut (saya yg disuapin) dan terbukti ternyata tangan si
amang (si amang yah, bukan siamang yg sejenis kera) memang ahli dalam membuat
nasi goreng. Rasanya itu loh, seperti nasi goreng. Pokoknya nasi goreng banget
lah.
Nasgor-pun habis, seperti biasa
saya melakukan ritualnya para cowok. Yaps, tepat. Merokok seudah makan. Rokok
garfit (gudang garam filter) sudah di tangan dan siap buat dieksekusi. Udara
dingin rasanya semakin menambah nikmat lintingan tembakau yg kuhisap (udahlah jangan ngomongin rokok, ntar
dikira promosi). Tak terasa waktu seakan enggan buat berhenti walaupun untuk
sejenak hingga tibalah saatnya kami harus berpisah dengan pedagang nasgor
tersebut yg sudah amat sangat berjasa karena telah bersedia melakukan barter
dengan kami yg menukar sejumlah uang diganti sesuap nasi gorengnya yg sangat
enak. Sayangnya malah beliau yg mengucapkan terimakasih pada kami, bukannya
kami pada beliau. Sungguh penjual nasi goreng yg amat mulia hatinya.
Perjalanan berlanjut dan kembali
kami berdua menemukan kenyataan pahit yg benar-benar membuat dada kami sesak.
Kalo gak salah di bawah fly over pasopati (depan RSHS) kami menemukan 2 orang
yg sudah lanjut usia lagi terlelap tertidur dengan pulasnya (mungkin saja
mereka sedang bermimpi) beralaskan tanah dan hanya terlindung oleh kokohnya
jalan layang yg ada diatasnya. Sekilas saya berfikir dan merenung, bagaimana
rasanya jika saya ada di posisi mereka? Dan kemanakah pengaplikasian tentang
UUD 1945 pasal 34 itu? Miris, mengingat negara kita ini sudah mempunyai aturan
dan undang-undang yg tujuannya begitu mulia tapi sepertinya tidak ada atau
tidak dilakukan di kehidupannya nyata-nya. Saya mau menyalahkan, tapi pada
siapa atau pada apa? Pada sistem-kah? Pada pemerintah-kah? Pada para
pejabat-kah yg mengaku para wakil rakyat? (sedangkan rakyatnya susah aja mereka
gak tahu), pada tuhan? Atau pada diri saya sendiri yg ingin membantu tapi tidak
punya senjata buat membantunya? (dana, partner, wewenang, dll). Yg pasti ini
menjadi sebuah renungan untuk kita semua. Karena baik secara langsung maupun
tidak, kita semua ini ikut andil dalam segala sesuatu yg sudah, sedang, maupun
yg akan terjadi di dunia ini. satu langkah yg menurut saya paling mudah
sekaligus paling efektif, yaitu mulailah berubah menjadi lebih baik dari diri
kita sendiri. Saya ingat pepatah yg kira-kira isinya begini, “ubahlah dirimu
sendiri, maka duniapun akan berubah ditanganmu”.
Sekian postingan saya tentang my
experience, semoga bermanfaat. Ambil yg baiknya, yg jeleknya buang saja ke tong
sampah terdekat.
Salam damai dari seseorang yg
berusaha lebih mengerti dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan berikan komentar anda