Translate

Kamis, 02 Agustus 2012

Penjajah baru


Realita disekitar kita begitu menyeramkan. lebih memilukan daripada kata memilukan. Lebih menyedihkan dari pada kata menyedikan.
Dulu, kita dijajah oleh bangsa asing (portugis, inggris, jepang terutama belanda sialan). Penjajahan dulu amatlah kejam. Dari mulai perampasan sumber daya alam yg tak berimbang, perlakuan yg sangat amat tidak manusiawi, kerja paksa, dan lain sebagainya. Leluhur-leluhur kita harus menanggung beban yg teramat berat. Mereka sampai meneteskan keringat, mengucurkan darah, bahkan tidak sedikit yg sampai meregang nyawa. Semua itu karena siapa? Ulah siapa? Yg jelas itu mungkin sudah goresan takdir dari yg maha kuasa.
Tapi leluhur-leluhur kita tidak mau kalau anak cucunya kelak harus merasakan penderitaan yg sama dengan apa yg mereka rasakan saat itu. Leluhur kita bangkit, melawan dengan segenap upaya, tenaga, waktu, pikiran, dan segalanya. Mereka tak pernah menyerah. Mereka terus memperjuangkan hak mereka. Hak untuk hidup tentram, nyaman, sejahtera, terlebih di tanah air sendiri. Seperti peribahasa, “home sweet home”.
Akhrinya kemerdekaanpun tercapai. 17 agustus 1945, itu adalah hari paling membahagiakan bagi leluhur kita yg hidup dan berjuang pada masa itu. Mereka menangis terharu. Meneteskan airmata akan ungkapan kebahagiaan. Karena pada hari itu, Indonesia telah resmi menjadi sebuah negara yg merdeka.
Tapi bukan masalah kemerdekaan yg ingin saya bahas. Karena saya bukanlah seorang sejarahwan, bukan juga seorang yg bergelar akademis tinggi (D1,D2,D3,S1,S2,profesor) yg mempunyai pengetahuan luas tentang hal ini. saya hanyala seorang manusia yg banyak akan kekurangan, berpendidikan rendah, namun tidak berarti kepekaan saya akan lingkungan ini minim.
Didalam tulisan ini saya mengajak para pembaca sekalian agar lebih bisa membuka mata hati saudara sekalian untuk lebih jelas menatap realita kehidupan. Cobalah kalian tengok di tiap perempatan jalan. Masih banyak orang-orang yg menderita. Menjadi pengemis, pengamen, dan lain sebagainya. Mungkin sekilas kita melihat mereka sebagai sosok yg menjijikan. Tapi kalian lupa akan sesuatu. Coba kalian lihat lebih jelas, siapa yg menjadi para gelandangan dan pengemis tersebut? Jawabannya sangat miris, yaitu bangsa kita, bangsa pribumi.
Sekarang kalian juga coba main ke tempat-tempat pusat perbelanjaan atau tempat-tempat lain yg terkenal untuk kalangan highclass. Lihat sekeliling disana. Siapa yg kebanyakan berada disana. Berfoya-foya, berbelanja, dan lain sebagainya. Apakah bangsa pribumi? Jawabannya tentu bukan. Mereka yg bisa menikmati kehidupan yg sangat amat layak kebanyakan para koko atau enci yg bermata sipit. merekalah penjajah jaman sekarang.
Lantas muncul pertanyaan, kemanakah bangsa kita sendiri? Orang-orang pribumi kebanyakan hanyalah menjadi para pegawai rendahannya. Bahkan banyak yg beropini, “ah bangsa urang mah paling oge jadi kekesedna”
Memang tidak sedikit bangsa kita yg sukses dan hidup sejahtera, tapi yg demikian itu masih minoritas. Kebanyakan bangsa kita masih hidup di bawah garis kemiskinan. Kebanyakan bangsa kita masih dijajah. Dijajah secara halus oleh para penjajah baru  yg didalam otak mereka kayaknya Cuma “angpau weh jeung angpau”
Lantas muncul lagi pertanyaan, ini salah siapa? Apakah karena faktor SDM? Atau faktor modal? Siapa yg bertanggung jawab?
Pertanyaan tersebut sangatlah terlalu rumit untuk dijawab. Yg jelas kita hanya bisa berusaha dan berdoa. Semoga hidup kita tidak akan selamanya seperti ini. walaupun kita harus dengan terpaksa mengalami penjajahan secara halus ini, kita harus bertekad cukuplah kita saja yg merasakan ini. jangan sampai anak cucu kita juga mengalaminya juga. Amin ya rabb

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan berikan komentar anda