kalian tahu anjing? itulah israel dan para dedengkotnya.
kalian tahu anjing? itulah israel dan para dedengkotnya.
kalian tahu anjing? itulah israel dan para dedengkotnya.
mereka itu lebih keparat dari pada anjing. lebih biadab. kenapa saya berani ngmong kaya gini? barusan saya browsing tentang foto-foto korban agresi israel di jalur gaza, dan hasilnya masya allah sangat memilukan. anda bisa cek sendiri di http://www.google.co.id/korban/jalur/gaza
jika hati anda sama sekali tidak tersentuh dan tidak merasakan penderitaan para saudara kita yg ada di sana, berarti anda juga sama goblognya dengan para anjing dunia tsb.
sesungguhnya banyak sekali hal yg kita tidak tahu tentang apa yg sedang terjadi dan melanda saudara seagama (islam) kita yg ada di jalur gaza. banyak sekali konspirasi, propaganda, dan rencana terselubungnya. semua itu diatur oleh pihak-pihak yg kadang kita sangka mereka itu akan berbuat baik. tapi nyatanya, cuiihh anjing. mereka itu sama sekali bukan dewa penolong, melainkan figur jahat dalam skenario tsb. ini lah diantaranya :
Anda
tentu ingat Mavi Marmara. Nama sebuah kapal yang bagi rezim Zionis
Israel bak mimpi buruk tanpa akhir. Nama yang mampu mengubah secuil
pendapat negatif terhadap Israel dalam diri seseorang menjadi segunung
kebencian. Tapi bagaimana dengan Rachel Corrie? Cukup sulit melupakan
nama tersebut khususnya bagi yang mengamati masalah Palestina. Rachel
Corrie adalah seorang aktivis perempuan asal Irlandia yang gugur karena
menghadang buldoser rezim Zionis saat merusak rumah warga Palestina.
Namanya
selalu abadi dalam catatan sejarah perjuangan melawan kejahatan rezim
Zionis Israel. Untuk mengenang dan meneladani perjuangannya, nama Rachel
Corrie kembali diukir di badan sebuah kapal bantuan kemanusiaan untuk
warga Jalur Gaza yang diblokade rezim Zionis.
Kapal
bantuan kemanusiaan Rachel Corrie pun berangkat meninggalkan pelabuhan
di Irlandia menuju Jalur Gaza. Para aktivis di atas kapal Rachel Corrie
membulatkan tekad untuk meluncur ke Gaza meski ada ancaman dari militer
Zionis. Apalagi keberangkatan Rachel Corrie, tidak lama setelah serangan
brutal militer Israel terhadap kapal Mavi Marmara, di konvoi bantuan
kemanusiaan Freedom Flotilla. Serangan yang merenggut nyawa 20 aktivis.
Singkatnya,
ketika mendekati perairan Gaza, kapal Rachel Corrie dihadang sebuah
kapal perang militer Zionis. Para aktivis Rachel Corrie ngotot untuk
tetap melanjutkan pelayarannya menuju Gaza meski mendapat ancaman dari
militer Israel. Di sisi lain, Israel tidak dapat menggunakan kekerasan
dalam hal ini menyusul gelombang amarah dunia atas peristiwa di atas
kapal Mavi Marmara belum reda.
Pada
akhirnya Rachel Corrie berhasil digiring oleh militer Zionis menuju
pelabuhan Ashdod di Israel. Namun perlu diingat bahwa kapal Rachel
Corrie sempat mengubah haluan menuju Gaza saat dikawal kapal tempur
Zionis. Kecaman dan protes pun kembali menghujani Israel.
Drama
Rachel Corrie belum berakhir. Sabtu 5 Juni, warga Irlandia berunjuk
rasa di Dublin mengecam pemerintah soal kapal Rachel Corrie. Ternyata,
pemerintah Irlandia berada di balik perubahan rute Corrie menuju Gaza.
Kementerian Luar Negeri Irlandia mendapat tekanan dari Israel untuk
mencegah kapal Rachel Corrie sampai ke Jalur Gaza. Deplu Irlandia pula
yang menekan awak dan aktivis di kapal Rachel Corrie untuk menuruti
perintah Israel.
Meski
demikian, Freedom Flotilla terus berlanjut. Mulai dari pengiriman dua
kapal dari Lebanon hingga rencana gerakan konvoi 50 kapal dari berbagai
belahan penjuru dunia pada September nanti.
Amalthea Muncul
Upaya
rezim Zionis untuk mencegah gelombang pengiriman kapal bantuan
kemanusiaan untuk Gaza juga terus digulirkan tanpa henti. Di berbagai
kesempatan termasuk pada Dewan HAM PBB, Tel Aviv menilai serangan
terhadap kapal bantuan kemanusiaan menuju Gaza sebagai hak legalnya.
Selain itu, Tel Aviv mendesak Uni Eropa, Dewan HAM, bahkan Sekjen PBB,
untuk ikut mencegah pengiriman kapal bantuan ke Gaza.
Tidak
ketinggalan, Amerika Serikat juga mendukung aksi Israel itu dengan
mengumbar janji akan menjadi mediator bagi penyaluran bantuan
kemanusiaan untuk Gaza. Mengapa baru sekarang?
Tiba-tiba
Sabtu 10 Juli 2010, Yayasan Amal Internasional Gaddafi mengirimkan
kapal bantuan kemanusiaan untuk Gaza. Mata dunia dan media massa kembali
terpaku pada keberangkatan kapal bernama Amalthea itu. Pengiriman kapal
bermuatan 2.000 ton bantuan makanan dan obat-obatan itu juga mendapat
ancaman dari rezim Zionis Israel.
Awalnya,
seperti yang diungkapkan Yusuf Sawani, direktur eksekutif lembaga amal
pimpinan putra Presiden Libya itu, kapal ini hanya akan menuju Gaza
untuk menjebol blokade. Setelah melalui kronologi panjang mulai dari
kerusakan mesin dalam perjalanan hingga kepungan kapal perang Israel,
akhirnya Amalthea menyetujui tuntutan Israel untuk merapat ke pelabuhan
el-Arish di Mesir.
Selama
itu, terjadi kontak antara Israel, Mesir, dan markas lembaga amal Libya
tersebut. Seperti biasa, Mesir sebagai karib Israel di kawasan,
memediasi proses dialog. Hasilnya, lembaga amal Libya menyetujui
ditandatanganinya kesepakatan dengan Israel soal pembentukan rekening
khusus senilai $50 juta dolar. Rekening itu akan digunakan untuk
keperluan transfer bahan konstruksi ke Jalur Gaza. Prosesnya melibatkan
Badan Bantuan Kerja dan Pengungsi Palestina PBB (UNHCR).
Amalthea dan Tiga Kejanggalan
Proses
di atas tampak seperti sebuah upaya bersama dari Libya, Mesir, dan juga
rezim Zionis Israel untuk menghindari pertikaian dalam penyaluran
bantuan untuk Gaza. Namun sebenarnya terdapat beberapa kejanggalan.
Pertama,
mengapa el-Arish di Mesir bukan Ashdod di Israel? Tidak seperti yang
dikemukakan putra Gaddafi dalam wawancaranya bahwa tujuan ekspedisi
Amalthea adalah rekonstruksi Jalur Gaza, gerakan Freedom Flotilla
digulirkan untuk mengakhiri blokade Gaza. Tidak seperti Amalthea, kapal
Rachel Corrie dan para aktivisnya bersikeras menuju Gaza meski mendapat
ancaman. Digiring ke Ashdod pun tidak masalah karena itu berarti Israel
memang mencegah masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza. Namun dari
penggiringan Rachel Corrie ke Ashdod ada hasil lain yang cukup penting
dalam upaya Freedom Flotilla. Yaitu berlanjutnya tekanan dan protes
masyarakat dunia.
Jika
proses itu terus berlanjut, tak ayal rezim Zionis tidak dapat menahan
kerasnya gelombang penentangan dari masyarakat dunia yang pada akhirnya
memaksanya mengakhiri blokade atas Gaza.
Benarkah nyawa para syuhada Mavi Marmara berjatuhan hanya demi tujuan yang diklaim oleh Gaddafi Junior tersebut?
Kedua,
pelibatan UNHCR dalam koordinasi bantuan. Hal ini semakin menguatkan
asumsi bahwa drama pengiriman kapal bantuan Amalthea memang skenario
yang disusun rezim Zionis agar tekad masyarakat dunia soal Jalur Gaza
"melempem". UNHCR bukan sebuah institusi yang baru diterjunkan dalam
krisis di Jalur Gaza dan Palestina secara keseluruhan. Lembaga ini telah
lama beraktivitas di sana, bahkan saat blokade berlangsung.
Lalu apakah keberadaannya selama ini mampu mengubah situasi? Apakah satu karung semen bisa saja masuk ke Gaza?
Anehnya,
hal ini juga diakui oleh putra Gaddafi, pemimpin lembaga amal Libya
itu. Bahwa selama ini semua upaya untuk memasukkan bahan-bahan bangunan
dan pangan ke Gaza ditentang oleh rezim Zionis Israel. Ini semua terjadi
di saat masyarakat dunia bahkan PBB mengecam Israel atas aksinya itu.
Lalu apa jaminan bahwa Israel akan komitmennya itu?
Ketiga,
sekaligus pertanyaan paling penting. Mengapa Mesir dan Libya? Mesir
sudah jelas-jelas menjadi karib dan pendukung rezim Zionis Israel. Tentu
Anda tidak lupa pemerintahan Presiden Mesir, Husni Mobarak yang menutup
perbatasannya dengan Jalur Gaza atas desakan Israel. Ditambah lagi
bahwa Mesir adalah termasuk di antara segelintir negara Arab yang
memiliki hubungan kerjasama meluas dengan Israel.
Mengapa
harus Libya? Terlepas dari apresiasi terhadap segala niat amal baik,
Libya yang selama krisis Flotilla berlangsung tidak pernah bereaksi
secara tiba-tiba mengirim kapal bantuan ke Gaza. Dengan preseden bahwa
Presiden Mesir, Muammar Gaddafi, merupakan pemimpin Arab "nyentrik"
cenderung "kebablas", pengamat menyatakan besar kemungkinannya drama
pengiriman kapal Amalthea hanya bagian kerjasama di balik layar Israel
dengan Gaddafi dan putranya juga Mesir. (IRIB/MZ/SL)Sumber :IRIB News-Radio Iran
Peristiwa Sabtu Berdarah
Setelah
melewati masa sepekan lebih berakhirnya pakta gencatan senjata antara
Israel dengan pemerintah otoritas Palestina di Jalur Gaza, ketegangan
antara kedua pihak kembali memuncak. Pemerintah Otoritas Palestina di
Jalur Gaza, yang dalam hal ini dikendalikan oleh gerakan Hamas, memang
telah menegaskan tidak akan memperpanjang pakta gencatan senjata, karena
melihat tidak adanya satupun itikad baik dari Israel. Selama masa enam
bulan pakta gencatan senjata, Hamas berusaha ‘mematuhi’ isi perjanjian,
dengan berusaha ‘mengendalikan’ keamanan Jalur Gaza. Mengendalikan
keamanan Jalur Gaza bisa diartikan menahan sekuat mungkin berbagai
kemungkinan serangan militer ke wilayah Israel yang dilancarkan oleh
berbagai elemen perlawanan, baik itu sayap militer Hamas, atau sayap
militer harakah lainnya.
Tetapi
seperti biasa, berbagai ‘itikad baik’ Hamas tidak berbalas hal sepadan
dari Israel. Lebih dari 19 bulan sudah blokade ekonomi atas Jalur Gaza,
bukan semakin diperlonggar, malah semakin diperketat. Ini saja telah
memicu berbagai krisis kemanusiaan yang sangat memilukan yang kita
saksikan melanda para ahli (keluarga) kita di Jalur Gaza. Kekurangan
bahan makanan, obat-obatan, listrik, energi, dan air bersih, serta
berbagai prasarana dasar kehidupan lainnya, telah membuat kehidupan
rakyat kita di Jalur Gaza semakin memprihatinkan. Janji proposal
pertukaran tahanan antar juga tidak sepenuhnya ditepati. Beberapa
prosesi pertukaran tahanan pernah terjadi, tetapi umumnya yang
dibebaskan bukanlah tahanan dari pihak ‘gerakan Islam’, tetapi dari
faksi-faksi nasionalis sekular seperti Fatah dan PLO pimpinan Mahmud
Abbas yang notabene sekutu Israel dari bangsa Palestina. Ketika berbagai
upaya pertukaran dan pembebasan tahanan seakan ‘deadlock’, Israel
dengan dibantu tangan pemerintah otoritas Palestina pimpinan Mahmud
Abbas di Tepi Barat tidak berhenti menangkapi berbagai elemen perlawanan
di Tepi Barat. Berbagai persoalan di atas semakin diperparah dengan
tidak berhentinya proyek perluasan pemukiman Yahudi, penyerobotan tanah
atas milik rakyat Palestina, pembekuan dan perampasan asset-aset tetap
mereka.
Maka,
masa enam bulan gencatan senjata antara rejim otoritas Palestina di
Jalur Gaza yang dikuasai Hamas dengan Israel, seperti menunggu saja
momentum untuk meledak. Ketika masa enam bulan gencatan senjata itu
berakhir lebih dari sepekan yang lalu, masing-masing pihak seperti
kembali ke baraknya. Elemen perlawanan Palestina tidak bersemangat lagi
untuk meneruskan/memperpanjang pakta gencatan senjata. Sementara Israel,
seperti diketahui, beberapa pekan menjelang berakhirnya perjanjian
gencatan senjata sesungguhnya telah mempersiapkan sebuah program agresi
atas Jalur Gaza.
Apa
yang kita khawatirkan, namum sesungguhnya sudah kita perkirakan itu
akhirnya terjadi. Kami mendengar berita agresi Israel terhadap para ahli
kita di Gaza pertamakali dari sms seorang teman yang menyaksikan
‘breaking news’ Al Jazeera pada hari Sabtu malam sekitar pukul 11.30
waktu negeri ini. Dalam gebrakan pembuka dari serangan ini, angkatan
udara Israel telah melancarkan serangan bom setidaknya pada 30 titik,
menewaskan sekitar 155 orang, dan melukai lebih dari 200 lainnya. Dan
dalam kurang dari 3 hari sejak Sabtu, Israel telah melancarkan serangan
bom berpresisi atas lebih dari 230 titik, menewaskan lebih dari 315
rakyat Palestina, dan melukai lebih dari 1000 yang lainnya.
Sementara,
di tengah (seperti biasa) kecaman berbagai pemimpin dan tokoh dunia
termasuk tokoh negeri ini, serta di tengah (seperti biasa) berbagai
unjuk rasa mengecam Israel di berbagai negeri, termasuk juga di beberapa
kota termasuk ibukota negeri ini, Israel malah tengah menyiapkan 6500
pasukan cadangannya untuk memulai perang darat memasuki Jalur Gaza.
Palestina, Qodliyah Al Markaziyah
Ada
satu hal menarik yang setidaknya kami cermati di negeri ini. Jika isu
Jihad fi sabilillah dibicarakan, maka arus besar umumnya orang akan
memalingkan pandangannya ke Palestina. Pada saat yang bersamaan
sesungguhnya banyak elemen perlawanan, banyak kalangan Mujahidin fi
Sabilillah, banyak tanah-tanah tsugur, banyak bumi Jihad. Tetapi
perhatian orang dan khususnya perhatian ‘aktifis Islam’, tertuju lebih
kepada Palestina. Perhatian atas Palestina, diekspresikan dalam berbagai
hal, mulai dari menggalang opini massa melalui berbagai media,
demonstrasi dan berbagai event, hingga penggalangan dana dan dukungan
yang dikhususkan untuk Palestina.
Memang,
patut untuk kita sadari, Palestina adalah Qodliyah Al Markaziyah, salah
satu ‘persoalan utama’ ummat Islam hari ini. Di Palestina ada masjid
suci, yang eksistensinya terkait erat dengan eksistensi ummat ini,
sementara masjid suci itu keadaannya tengah terancam hilang
eksistensinya akibat program penggusuran sistematis yang dilakukan
bangsa Yahudi laknatullah. Palestina adalah jantung Syam. Sementara
untuk wilayah Syam (wilayah yang membentang meliputi Syria, Jordania,
Libanon, dan Palestina) dan para penduduknya, begitu banyak hadits
Rasulullah yang berbicara tentang keutamaannya…
“Syam dan penduduknya, akan sentiasa ada dalam keadaan bersiaga hingga Hari Qiyamat…”
“Kebaikan Allah tambatkan di Bumi Syam…”
“Syam dan penduduknya adalah pecut Allah di muka Bumi…”
“Akan sentiasa ada satu thoifah yang berperang di atas Al Haq… mereka bertempat di Syam…”
Palestina
bahkan mungkin salah satu pusat dunia dan dinamika peradaban. Sehingga
ada orang berkata, siapa yang menguasai Palestina, maka ia menguasai
dunia. Atas dasar ini kita mempersaksikan Palestina menjadi tempat
berbagai pergolakan dan dinamika besar yang mempengaruhi jalannya roda
sejarah dunia. Palestina adalah bumi yang paling banyak mempersaksikan
para Nabi dan Rasul yang diutus Allah Rabbul Alamin. Palestina dan bumi
Syam, adalah wilayah yang terkait sangat erat dengan berbagai ru’yah dan
nubuwah Rasulullah tentang berbagai peristiwa masa depan dan rentetan
kejadian Akhir Jaman. Seakan Palestina adalah bumi dari sebagian besar
masa depan Din ini, dan masa depan dari ummat manusia. Sementara
Palestina hari ini, menghadapi musuh paling bengis, makhluq Allah yang
sangat buruk. Palestina hari ini menghadapi kepala ular yang ekor dan
sulurnya merambat mencengkeram berbagai belahan dunia. Maka wajar jika
Palestina adalah salah satu persoalan utama ummat hari ini.
Tanpa
bermaksud melebihkan yang satu dan mengecilkan yang lain, kami sepakat
bahwa Palestina adalah Qodliyah Al Markaziyah. Tetapi yang kadang kami
rasakan, seakan ada sikap dan perhatian yang kurang adil yang kita
terapkan ketika kita berbicara tentang isu Jihad, tanah Jihad, dan
Mujahidin. Kami tidak menafikan atau mengecilkan persoalan Palestina
yang sangat kritis ini serta keadaannya yang demikian memilukan ini.
Tetapi bukankah, pada saat yang bersamaan, bertebaran juga berbagai
peristiwa memilukan, berbagai keprihatinan, yang terjadi di tanah-tanah
Jihad yang lain? Mengapa perhatian kita tidak sama, atensi kita tidak
sama, manakala itu adalah tanah Jihad Iraq, atau Afghanistan, atau Bumi
Kaukasus, atau Filipina Selatan, atau Thailand, atau Arakan, atau Assam,
atau Kashmir, atau Xinjiang, atau bumi Dua Hijrah, Shomalia, atau
belahan bumi Jihad lainnya? Mengapa rasanya atensi kita tidak sama,
seperti atensi yang sedemikian antusias yang kita berikan untuk
Palestina?
Kami
merasa sikap yang seakan membeda-bedakan seperti itu, atau sikap yang
mengkhususkan Palestina seperti itu, bisa jadi akan sangat merugikan
rakyat Palestina dan elemen perlawanan yang ada di sana. Allahu a’lam
Israel Besar Amerika Kecil
Jika
kita membaca sejarah berdirinya entitas Israel di atas negeri
Palestina, kita dapat melihat dengan gamblang hubungan yang sangat erat
antara tiga dari lima negara pendiri PBB yang selanjutnya menjadi
anggota tetap Dewan Keamanan PBB, dan peran signifikan mereka dalam
menggolkan proyek ‘Eretz Yisrael’ di Bumi Palestina. Tiga negara itu
adalah Inggris, Perancis, dan Amerika. Perjanjian Sykes Picot antara
Inggris, Perancis, dan Spanyol telah membagi dunia Islam umumnya dan
wilayah Arab khususnya dalam kapling-kapling yang dibagi antar tiga
negara tersebut. Palestina jatuh ke dalam kendali protektorat Inggris.
Pada tanggal 2 November 1917, Perdana Menteri Inggris, Sir Arthur
Balfour menandatangani ‘Deklarasi Balfour’, yang menegaskan dukungan
agar Palestina menjadi ‘national home’ – rumah nasional, bagi bangsa
Yahudi. Deklarasi Balfour ini adalah pembuka jalan secara formal bagi
berdirinya entitas Israel di Palestina. Pada tahun 1947, sesaat setelah
PBB berdiri, di antara hal pertama yang dilakukan lembaga ini adalah
menyetujui resolusi untuk membagi Palestina ke dalam dua ‘negara’, satu
negara untuk Israel, dan satu negara untuk komunitas Arab. Tanggal 14
Mei 1948, Yahudi di Palestina tersebut mendeklarasikan berdirinya
entitas Israel, yang segera didukung oleh negara Inggris, Perancis, dan
Amerika.
Karena
itu bisa dikatakan, lahirnya entitas Israel merupakan hasil
perselingkuhan keji negara-negara tersebut. Selanjutnya, dukungan mereka
atas entitas Israel semakin dilanjutkan. Dalam hubungan selanjutnya,
peran Inggris selaku ‘bapak pengayom’ Israel diteruskan oleh Amerika.
Umumnya orang memandang Amerika hari ini sebagai ‘Bapak Baptis’,
pelindung setia Israel. Setiap tahun Amerika mengalokasikan tidak kurang
5 milyar US$ dari penghasilan pajaknya untuk membantu Israel. Setiap
tahun, selain bantuan 5 milyar US$ tersebut, Amerika juga mengalokasikan
1.8 US$ khusus untuk membangun militer Israel. Rejim Amerika, dari
waktu ke waktu adalah kaisar bagi Israel. Rejim Amerika ini telah setia
menekan Konggres untuk membatalkan setiap keberatan yang disampaikan
terkait pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan Israel. Konggres
dapat memangkas anggaran apa saja, tapi tidak anggaran yang ditujukan
untuk Israel. Amerika juga negara yang setia menjegal setiap resolusi
apa saja yang dikeluarkan PBB untuk ‘sekedar’ mengecam Israel.
Tetapi
kami melihat pola hubungan antara Amerika dan Israel lebih jauh lagi.
Amerika bukanlah sekedar sekutu Israel, atau sekedar pengayom dan
pelindung Israel. Melihat berbagai kenyataan yang ada, mungkin lebih
tepat jika dikatakan bahwa Amerika dan Israel itu satu tubuh. Amerika
adalah perwujudan Israel sebagaimana Israel adalah representasi Amerika.
Amerika adalah Israel Besar, sementara Israel adalah Amerika Kecil.
Kuat atau lemahnya keadaan Israel, tergantung dari kuat lemahnya sang
‘Israel Besar’, yaitu Amerika. Sebagaimana juga satu pukulan terhadap
Israel, sang ‘Amerika Kecil’, merupakan satu pukulan langsung terhadap
Amerika.
Berdasarkan
logika ini, maka argumentasi yang kami sebutkan di atas mengenai sikap
memilah-milah isu Jihad serta mengkhususkan Palestina, bisa jadi
berakibat semakin merugikan rakyat Palestina. Dalam keadaan kita,
keadaan ummat Islam yang lemah seperti ini, bukankah setiap aksi ‘kecil’
yang ‘menyentil Israel, akan segera ditanggapi dengan balasan bumi
hangus oleh Israel dan tentu didukung Amerika. Satu roket perlawanan,
dibalas ratusan rudal berpresisi tinggi dan dukungan penuh sang Israel
Besar.
Berdasarkan
logika ini, mengapa kita tidak ‘memodifikasi sedikit’ strategi Jihad
kita? Sembari kita mempersiapkan diri menuju ‘Al Malahim Kubra’ yang
akan terjadi di Elia (Yerusalem) bersama ‘Pasukan Panji Hitam’ untuk
menggenapkan Nubuwah Rasulullah tentang kehancuran total Israel dan
ditumpasnya bangsa Yahudi laknatullah, mengapa kita tidak ‘meluaskan
medan pertempuran’? Mengapa kita tidak memukul Israel, dengan cara
memukul ‘Israel Besar’, kita melemahkan Israel supaya kedudukan para
ahli kita dan Mujahidin kita kuat di Palestina, dengan cara melemahkan,
memecah kekuatan, dan meruntuhkan (insya Allah) Amerika dan segala
kesombongannya? Karena ketika Israel besar itu lemah dan terkalahkan,
itu pula insya Allah yang terjadi pada Amerika kecil.
Lihatlah
kenyataan ini. Pada bulan Juni 2008 Israel bersedia menandatangani
kesepakatan gencatan senjata selama enam bulan dengan Hamas di Jalur
Gaza. Merupakan suatu hal yang sangat langka, jika tidak ingin dikatakan
suatu hal yang tidak mungkin, Israel bersedia menjalin kesepakatan
dengan musuhnya. Tetapi ternyata Israel bersedia menyepakati perjanjian
gencatan senjata dengan Hamas selama enam bulan. Apa yang terjadi pada
masa itu? Pada masa jeda itu, bisa dikatakan Amerika berada dalam posisi
lemah. Amerika mengalami kekalahan di berbagai front perangnya.
Sementara di dalam negeri, Amerika menghadapi krisis finansial yang
mengarah pada krisis ekonomi negerinya. Di tambah lagi, pada masa jeda
itu, Amerika berada dalam masa ‘transisi’ karena tengah menjalani
kampanye pemilihan presiden barunya.
Ini adalah Perang Semesta
Memang
menjadi satu ironi, ketika pandangan kita terpilah-pilah seperti itu,
terkotak-kotak, tidak demikian halnya dengan sikap musuh dan pandangan
musuh atas kita. Seluruh elemen musuh memandang kita sebagai satu lawan
yang harus ditumpas. Karena itu musuh menghimpun seluruh kekuatannya,
menyatukan seluruh shaf dan frontnya, lalu memusatkan seluruh kekuatan
dan front tersebut untuk menumpas kita dan meluluhlantakkan seluruh
sendi kehidupan kita. Dan musuh yang kejam ini tidak membedakan siapa
kita, sipil atau militer, militant atau abangan. Musuh yang kejam dan
tanpa belas kasih ini menyapu rata serangannya atas seluruh Dunia Islam.
Yang
banyak di antara kita belum juga menyadari, sesungguhnya kita saat ini
tengah menghadapi ‘The Judeo Christian Crusade Alliance’, yang telah
melancarkan perang salib masivnya berpuluh-puluh tahun lamanya atas
Dunia Islam. Poros utamanya adalah aliansi Yahudi dan Nashrani. Di lapis
keduanya adalah kekuatan kuffar dari kalangan Musyrikin, Atheis, dan
sekular. Dan di lapis ketiganya adalah para operator serta komprador
pengkhianat dari kalangan murtaddin. Sehingga bagaimana mungkin kita
masih saja memiliki pandangan terpilah-pilah seperti ini, padahal yang
ada di depan mata itu sesungguhnya Perang Semesta? Hari ini kita
menghadapi kondisi Perang Semesta yang dilancarkan aliansi musuh kafir,
‘Harbu Sholibiyah al Alami’, sehingga atas kondisi ini status Jihad
telah naik menjadi fardlu ‘ain ala kulli muslim.
Ya
Allah! Betapa sama hari-hari ini dengan hari-hari lalu. Ketika hendak
memulai agresi atas Afghanistan dan kemudian dilanjutkan ke Iraq pada
tahun 2001, Bush seakan mengulangi kembali elegi lama, dengan berkata, “This is crusade war…”. Bush bahkan menegaskan kembali dengan berkata, “Kini Anda harus memilih (dalam Kampanye Perang Salib ini), apakah Anda bersama kami, atau bersama teroris…”
Ya
Allah! Betapa sama hari-hari ini dengan hari-hari lalu. Sheikhul Islam
Ibnu Taimiyah memberikan kesaksiannya ketika balatentara Tartar memasuki
Bumi Islam dan menimpakan fitan yang memilukan atas ummatnya.
Menghadapi fitan balatentara Tartar ini, ummat terpecah menjadi tiga
golongan:
Kaum Mukholif (golongan yang menyelisihi). Yaitu
segolongan ummat yang mereka mengaku beriman dan berislam, tetapi
karena gentar dan mencari selamat, mereka memilih bergabung membantu
balantentara Tartar. Ketika mereka berdiri membantu musuh yang tengah
memerangi ummat Islam, sesungguhnya mereka telah menyelisihi Din dan
keimanan mereka, mereka sesungguhnya telah murtad dari Din kendati masih
mengaku-aku beriman.
Kaum Mukhodzil (golongan yang menggembosi).
Yaitu segolongan ummat yang mereka mengaku beriman dan berislam, tetapi
karena gentar dan mencari selamat, maka mereka memilih berdiam diri,
melarikan diri, dan menyelamatkan diri sendiri. Mereka tidak membantu
atau memihak balatentara Tartar, tetapi mereka juga tidak terjun
berjihad bersama Mujahidin untuk menahan serangan Tartar. Kendati
mungkin iman dan islamnya tidak batal, mereka telah berdosa atas sikap
diam dan melarikan diri dari kancah pertempuran.
Kaum Mujahidin (golongan yang berjuang). Yaitu
sekelompok orang dari kalangan kaum muslimin, yang bangkit berdiri
menahan serangan musuh, berjuang dengan gigih bersama apa saja yang
mereka punya. Mereka menggantungkan nasibnya hanya kepada Allah Sang
Pemilih Izzah, menghadapi musuh yang kejam dan bengis, dengan peralatan
dan perlengkapan perang paling hebat saat itu.
Mengenai golongan ketiga ini, Sheikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Adapun
kelompok-kelompok Mujahidin yang bertahan di Bumi Syam, serta
detasemen-detasemen Mujahid yang datang membantu dari arah Kinaan
(Mesir), maka golongan inilah yang paling layak mendapat predikat At
Thoifah Al Manshurah…”
Maka
sungguh tepat kata-kata si Bush dan penegasan Sheikhul Islam Ibnu
Taimiyah. Maka di tengah pusaran fitan Perang Semesta ini, tentukanlah
di mana posisi kita. Tentukanlah di mana kedudukan kita, apakah kita ini
kaum mukholif, atau kaum mukhodzil, atau kaum Mujahid… Tetapi
sesungguhnya At Thoifah Al Manshurah itu hanya satu…
Ibrah, Ketepatan Strategi Al Qaidah
Asy
Syahid (insya Allah) Al Imam Abdullah Yusuf Azzam pernah berkata dalam
salah satu kumpulan risalahnya, sesungguhnya ada tiga simbol kekuatan
dan pemersatu Ummat Islam. Yang pertama adalah institusi Khilafah, yang
kedua adalah tempat dan tanah suci Ummat Islam, dan yang ketiga adalah
Jihad fi Sabilillah (Menara Yang Hilang, kumpulan risalah Al
Imam Abdullah Yusuf Azzam yang diterbitkan oleh Pustaka Al Alaq Solo).
Karena itu di antara sasaran dari kampanye perang semesta yang
dilancarkan musuh dalam rangka melemahkan Ummat Islam, adalah
menghancurkan tiga simbol ini. Musuh berhasil menghancurkan simbol yang
pertama, yaitu semenjak dihapuskannya institusi Khilafah pada tahun 1924
oleh Mustapha Kemal Pasya laknatullah. Sementara untuk masjid dan tanah
suci, maka pada saat ini kesemua tanah suci kita berada dalam bahaya.
Aliansi Yahudi Nashrani berhasil menguasai Baitul Maqdis, semenjak 1948
dengan berdirinya entitas Israel di Palestina. Yang mungkin masih banyak
ummat Islam tidak menyadari adalah kondisi tanah Haramain, Makkah dan
Madinah yang saat ini dalam keadaan kritis. Ummat umumnya tidak
menyadari karena mereka merasa masih bisa melihat Makkah dan Madinah,
masih dapat mengunjungi Ka’bah dan Masjid Nabawi setiap tahun dalam
ibadah hajji atau umrah. Padahal Haramain telah berada dalam ancaman
aliansi Yahudi Nashrani semenjak 1996 ketika Monarchi Suud yang khianat
merestui masuknya balatentara kafir Amerika ke Tanah Semenanjung Arabia.
Kini tinggallah Jihad fi Sabilillah yang tersisa. Sementara Jihad fi
Sabilillah tidak henti-hentinya diperangi, mulai dari menebarkan
berbagai syubhat dan kerancuan pemahaman tentang Jihad, menimpakan
stigma buruk mengenai Jihad, mencap para dan pendukungnya Mujahid
sebagai teroris, memisahkan dan memecah ummat ini lalu menjauhkannya
dari Jihad dan Mujahidin, serta berbagai tipu daya lain.
Menarik
untuk mengkaji bagaimana Mujahidin (baca Al Qaidah dan orang-orang yang
semanhaj dengan mereka) memandang seluruh dinamika ini. Sudah lama
Mujahidin menyadari Harbu Sholibiyah Al alami ini, sehingga Mujahidin
menyeru ummat untuk menghadapi perang salib semesta ini dengan sikap
semesta pula. Pada tahun 1996 selepas masuknya armada salib Amerika ke
Tanah Semenanjung Arabia, Abu Abdillah, Usamah bin Ladin mengeluarkan
deklarasi dari dataran tinggi Hindukush, Afghanistan, yang menyatakan
perang terbuka terhadap Amerika dan sekutunya untuk mengusir seluruh
kekuatan kafir dari Tanah kelahiran Nabi dan seluruh bumi Islam. Melalui
pernyataan deklarasi perang ini pula Abu Abdillah menyeru ummat Islam
untuk memerangi kepentingan Amerika dan sekutunya di mana saja berada.
Kembali
pada isu Palestina yang tengah menghangat pada hari-hari belakangan
ini. Mujahidin sering dituduh mereka mengabaikan Palestina. Mujahidin
sering dituduh mereka kurang memberi perhatian pada masalah Palestina.
Mereka sering dituduh sibuk mengobarkan perang di Iraq, Afghanistan,
Shomalia, meledakkan bom di Islamabad, menyampaikan pernyataan tentang
Shesyan, tetapi jarang berbicara tentang Palestina atau melancarkan aksi
langsung di Palestina.
Mendahului amaliyat 9 September 2001 atas New York dan Washington, Abu Abdillah pernah menyampaikan rilis pernyataan, “Aku
bersumpah demi Allah Yang Maha Perkasa. Amerika, dan mereka yang
tinggal di Amerika, tak akan kami biarkan merasakan keamanan dan
kedamaian, hingga kami merasakannya di Palestina, dan hingga seluruh
kekuatan kafir diusir dari bumi kelahiran nabi saw, dan bumi Islam
seluruhnya…”.
Melalui
pernyataan itu Abu Abdillah menegaskan tentang posisi Amerika, dengan
apa yang terjadi di Palestina dan Tanah Semenanjung Arabia, serta
seluruh bumi Islam lainnya. Kemudian terjadi amaliyat 911 yang penuh
berkah,yang oleh beberapa analisis disebutkan sebagai salah satu bentuk
‘pertolongan’ terhadap Palestina khususnya, dan Bumi Islam umumnya.
Awalnya
saya pribadi tidak dapat mengerti apa hubungan langsung atau dampak
langsung dari amaliyat 911 dengan pertolongan kepada rakyat Palestina.
Bahkan memandang negatif amaliyat ini dengan menilainya sebagai aksi
yang justru dapat semakin memojokkan posisi ummat Islam. Tetapi
perkembangan selanjutnya harus membuat saya mengoreksi pandangan awal
tersebut. 911 adalah strategi memancing ‘sang ular’ keluar dari sarang,
kemudian memecah kekuatannya. Kalau ular itu sudah keluar dari sarangnya
dan terpecah kekuatannya, maka ia lebih mudah untuk dipukul. Segera
setelah 911, Amerika terjun langsung ke dalam berbagai front peperangan
dengan Mujahidin, mulai dari Afghanistan, Iraq, Shomalia, dan bumi-bumi
Jihad lainnya.
Delapan
tahun lebih semenjak 911, Amerika terpuruk di berbagai front perang
yang mereka terjuni. Ini sedikit banyak melemahkan kondisi dan posisi
Amerika, juga menguras potensi-potensi ekonominya. Situs The Washington
Post pada bulan Maret 2008 menurunkan rilis mengenai perkiraan biaya
perang Amerika. Washington Post menulis biaya perang perbulan untuk Iraq
berkisar sekitar 12 milyar US$. Jumlah ini membengkak menjadi sekitar
16 milyar US$ jika ditambah Afghanistan. Itu baru perkiraan konservatif
dan baru meliputi biaya operasional penempatan pasukan di Iraq dan
Afghanistan. Beberapa analis menyimpulkan salah satu sebab krisis
finansial dan ekonomi yang melanda Amerika baru-baru ini, salah satu
sebabnya adalah terkurasnya potensi ekonomi Amerika untuk membiayai
perangnya.
Dan
yang lebih menarik, yang juga dihasilkan dari 8 tahun semenjak 911
adalah berdirinya Daulah Iraq Al Islami dan mulai masuknya elemen
Mujahidin berfaham Salafiyah Jihadiyah ke Bumi Al Quds. Jika kita
memperhatikan peta Iraq dan negeri sekelilingnya, kita dapat melihat
posisi strategis Iraq. Ke arah Selatan Iraq dapat menjadi basis untuk
membebaskan Tanah Semenanjung Arabia dan bumi suci Haramain dari
cengkeraman kekuatan kafir. Ke arah barat, setelah Iraq adalah wilayah
Syam, meliputi Syria, Jordania, Libanon, kemudian Palestina. Maka Daulah
Iraq Al Islami, daulah yang didirikan di atas pucuk-pucuk tombak
Mujahidin, diharapkan menjadi basis pemberangkatan battalion Mujahid
yang akan membelah bumi Syam – Syiria, Jordania, Libanon, untu
membebaskan Al Quds. Bersamaan dengan persiapan itu, proses membuka
jalan juga disiapkan untuk wilayah Syam. Di wilayah perbatasan,
khususnya Libanon, mulai bertumbuh elemen-elemen Mujahidin, yang secara
berkala menyusupkan dirinya ke arah Palestina,khususnya Tepi Barat dan
Gaza. Keberadaan Tanzhim jihadi seperti Fatah Al Islam di Libanon, bisa
jadi merupakan sinyalemen ke arah itu. Selain itu mulai bertumbuhnya
juga elemen-elemen Mujahidin Muwahidin, khususnya di Jalur Gaza, seperti
Jaisyul Islami fi Filisthin dan Jaisyul Ummah.
Mujahidin
memahami bahwa perang yang dilancarkan musuh ini adalah perang semesta
dan mensikapinya pula dengan pendekatan menyeluruh. Mujahidin memandang
hendaknya seluruh bagian-bagian bumi Jihad itu menjadi satu matarantai
perlawanan Islam terhadap aliansi global Yahudi Nashrani yang
melancarkan perang salib semesta ini.
Demikianlah,
ketika mereka tengah memerangi Amerika di Afghanistan, Iraq, Shomalia,
serta seluruh sekutunya di berbagai belahan bumi, sesungguhnya mereka
tengah berusaha menahan dan melemahkan serta bahkan meruntuhkan Sang
Israel besar itu, dengan Ijin Allah Azza wa Jalla. Keruntuhan sang
Israel besar, sudah tentu juga adalah keruntuhan sang Israel kecil.
Inilah salah satu pertolongan langsung yang dipahami Mujahidin untuk
para ahli kita di Palestina.
Kini
kita dapat lebih memahami, betapa benar dan tepat kata-kata Mujahidin.
Sungguh benar kata-kata Al Imam Abdullah Yusuf Azzam ketika ditanya
mengapa ia memilih berjihad di Afghanistan ketimbang di Palestina serta
mendorong orang untuk memulai Jihad di Afghanistan ketimbang Palestina.
Al Imam Abdullah Yusuf Azzam berkata, sebagaimana perkataan para
Mujahidin Afghan selanjutnya hingga kini, “Kami berjihad di Afghanistan untuk membebaskan Palestina”.
Sungguh
benar kata-kata Amir Istisyadiyyyin, Abu Mus’ab Az Zarqawi, semoga
Allah menyayanginya, ketika Beliau berkata, sebagaimana perkataan para
Mujahidin Bumi Rofidain, “Kami bertempur di Bumi Rofidain, sementara mata kami lekat menatap Al Quds”.
Demikian pula Mujahidin Shomalia yang berkata, “Kami bertempur di Tanah Dua Hijrah, sementara mata kami lekat menatap Al Quds”.
Sebagai
penutup, kami menyampaikan kata-kata Al Imamul Mujahid, Abu Abdillah,
Usamah bin Ladin, semoga Allah menjaganya, yang ia tujukan khususnya
pada rakyat Palestina, dan umumnya pada Ummat Islam. Persoalan Palestina
tidak mungkin dapat diselesaikan di meja negosiasi, atau di kotak-kotak
pemilu, atau mempercayakan pada rejim-rejim khianat, atau pada elemen
perlawanan yang telah mandul. Apa-apa milik kita yang telah direnggut
musuh dengan besi dan api, tidak dapat direbut kembali, melainkan dengan
besi dan api. Sesungguhnya Jihad adalah solusi satu-satunya bagi
Palestina.
Kepada
kita semua, hendaknya segera bersiap dan berbuatlah. Perang semesta
telah ada di depan mata, sementara kita sendiri telah memahami Jihad
hari ini hukumnya fardlu ‘ain atas seluruh Muslim. Hendaknya bersiap dan
berbuatlah mulai sekarang.
“Wa a’iddu lahum mastatu’tum min quwwah…”
Ya Allah!
Tsabatkan dan berilah pertolongan kepada Saudara kami Mujahidin
di
Palestina, Afghanistan, Iraq, Shomalia, Bumi Maghrib Islami, Kashmir,
Shesyan, Filipina, Tailand Selatan, Arakan, dan seluruh tempat
Ya Allah!
Persatukanlah shaf-shaf Mujahidin, dan limpahkan kemudahan dalam urusan kebaikan mereka.
Hiburlah keterasingan mereka, dan limpahkan kebercukupan dan pertolongan atas mereka dan keluarga mereka.
Ya Allah!
Hancurkan aliansi Yahudi dan Nashrani beserta seluruh kaki tangan mereka di seluruh bumi.
Wahai Engkau Yang Maha Hidup, Maha Perkasa, Maha Membuka
Dan Izzah itu hanya milik Allah, RasulNya, dan Kaum Mu’minin
sumber : https://antipemurtadan.wordpress.com/2008/12/31/israel-besar-amerika-kecil/
Kairo – Infopalestina:
Sumber media Mesir mengungkapkan bahwa semua pertemuan keamanan tingkat
tinggi telah terjadi beberapa minggu sebelah agresi militer Israel ke Gaza, antara petinggi kelompok kideta di gerakan Fatah Muhammad Dahlan dengan tim khusus pelaksana rencana Dayton di dinas intelijen Israel. Mereka membahas terkait serangan ke Gaza dan hasil yang bisa diprediksi dari aksi tersebut.
Jurnalis Mesir spesialis masalah Palestina, Ibrahim al Darawi, dalam pernyataan kepada kantor berita Quds Press menjelaskan dia memiliki informasi yang menegaskan adanya pertemuan yang diadakan di kota
Ramallah, Tepi Barat, dan dihadiri sejumlah petinggi keamanan, selain
Muhammad Dahlan, seperti Taufiq Thairawi. Dia memberikan detail lokasi
pos keamanan dan militer yang digunakan Hamas di Jalur Gaza yang kemudian menjadi target serangan udara Zionis Israel yang dimulai hari Sabtu (27/12) lalu.
Darawi
menegaskan bahwa informasi yang diberikan Dahlan mencakup informasi
tentang bahwa gerakan Hamas sedang menyiapkan gelombang keamanan baru.
Dahlan meminta Amerika dan Israel
melancarkan “serangan yang menyakitkan” yang tidak mungkin bagi Hamas
bakit lagi setelah serangan itu. Namun apabila serangan selintas lalu
maka Hamas akan kembali kuat seperti sedia kala.
Darawi
menambahkan, “Saya memiliki informasi dari sumber-sumber terpercaya
bahwa Muhammad Dahlan menunjukkan kesiapannya dalam pertemuan tersebut
untuk kembali ke Jalur Gaza dan memegang kendali tugas dinas keamanan bila sayap keamanan dan militer gerakan Hamas bisah dihabisi.”
Para pengamat banyak mengomentari tentang kemunculan tiba-tiba Muhammad Dahlan di sebagian media massa
dan televisi, berbicara Sabtu (27/12) sore dari Ramallah dalam
pertemuan panjang beberapa jam setelah dimulainya agresi ke Jalur Gaza.
Setelah sebelumnya lama tidak muncul di media.
Di
sisi lain, sumber-sumber media menyebutkan bahwa pemerintah Mesir telah
memanggil para pemimpin keamanan yang lari dari Jalur Gaza dan dari
gerakan Fatah yang ada di Mesir, Yordania dan Tepi Barat, mereka
diundang untuk hadir ke Kairo demi melakukan koordinasi seputar apa yang
harus diambil untuk mengendalikan kondisi di Jalur Gaza ketika
pemerintah Hamas jatuh. Sumber ini menyebutkan bahwa sebagian tokoh yang
diundang Mesir ini bertolak ke kota Arisy, dekat Rafah, untuk tinggal di sana dan memantau peristiwa.
Sumber-sumber
ini juga menyebutkan bahwa Dahlan sudah melakukan kontak dengan salah
seorang senior pejabat intelijen Mesir untuk menyampaikan surat
kepada Umar Sulaiman (kepala intelijen Mesir) yang intinya bahwa dia
sudah melakukan kontak dengan para pejabat di Amerika, Inggris, Perancis
dan Yordania bahwa dia siap untuk melakukan inisiatif menyelamatkan
Jalur Gaza. Dahlan sudah sampai di Kairo secara rahasia, Senin kemarin,
setelah melakukan kunjungan panjang di salah satu Negara Eropa. Dia
menolak melakukan wawancaran namun dia menyampaikan kepada pejabat
keamanan Mesir abhwa diperkirakan dia akan ada di Jalur Gaza pada saat terjadi kekacauan dan orang-orang keluar ke jalan-jalan untuk menjatuhkan pemerintahan Hamas.
Sumber-sumber ini menegaskan terjadinya pertemuan antara komandan militer Israel
dengan sejumlah komandan intelijen perang Mesir yang ada di perbatasan
Karem Shalom. Tujuannya untuk koordinasi antara kesatuan militer Israel dan pihak Mesir saat aksi militer yang dilakukan Israel ke Jalur Gaza.
Sumber Mesir: Dahlan Bertemu Israel untuk Sukseskan Agresi ke Gaza
tuh kan mereka terbukti goblog-goblog. sama sarapnya kaya anak yg ada disebelah kostn gue yg agak idiot, bukan agak lagi tapi sangat idiot. apabila kalian belum puas, silahkan cari info lagi tentang israel dan para sekutunya @google.
sudahlah, cape ngetik panjang lebar. toh negara yg dihujatnya pun sudah kebal dengan cacian dan makian. telinga mereka sudah pada ditutup pake granat. jadi percuma kita terus menghujat mereka. kita cuma bisa mendoakan mereka agar terkena azab yg sangat pedih (gak usah di doain juga mereka bakalan aja ttep kena azab). tapi garis besar dari postingan saya ini hanyalah ingin menyampaikan tiga kata buat mereka. the words is FUCK YOU BITCH...............
wassalam.