Translate

Rabu, 24 Oktober 2012

mutiara terbalut sampah


Suatu malam saya lagi maen. Yah kalo bahasa gaulnya itu HANG OUT lah. Asyik nge-NET di salah satu universitas negeri di kota bandung ini. (asyiklah, soalnya WIFI-nya aktif 24jam gan. Terus unsecured lagi). Malam terus semakin malam, bosen internet-an tapi bingung mau kemana. Akhirnya saya sama do’I saya sepakat buat menjelajah malamnya kota bandung.
Kami terus jalan mengikuti ibu jari sang kaki yg entah akan membawa kami kemana, sampai akhirnya nongol juga seekor angkot yg ternyata jurusan kalapa-ledeng. Tanpa pikir panjang, kita berdua langsung menunggangi angkot tersebut. Didalam angkot-pun kami bingung mau pergi kemana nih? Sembari mikir-mikir sambil ditemenin lagu yg enak didengar (duh saya lupa judul lagunya apaan) dan sekaligus ngeliyatin pak sopir yg tiap hari kerjanya tiap hari jalan-jalan terus pake mobil (aduh betapa makmurnya para sopir itu), akhirnya munculah ide, saya pun mengutarakan ide tersebut kepada ibu negara saya yg kira-kira isi-nya seperti ini, “mari kita menengok saudara-saudara kita di jalan braga yg sedang tertimpa musibah kesusahan” (kesusahan buat menghabiskan uang, makanya dipake ke diskotik untuk ajeb-ajeb, bukannya dipake buat hal yg lebih bermanfaat) dan kamipun sepakat buat pergi kesana.
Waktu terus berjalan seiring dengan angkot yg kami tumpangi yg terus melaju dan kami-pun semakin mendekati tempat kejadian perkara. Setelah sampai disebuah pom bensin di daerah naripan kami-pun bergegas turun dari angkot, tak lupa membayar ongkos perjalanan kami berdua dan sang sopir-pun langsung beranjak pergi. Yah begitulah sopir angkot, hidupnya selalu saja jalan-jalan dengan kendaraannya. Sibuk, sehingga beliau tidak punya waktu bahkan hanya sekedar untuk jalan-jalan dengan kami. Tapi yah sudahlah biarkan sang sopir tersebut pergi dengan tenang. Kita hanya bisa mengiringinya dengan doa.
Berjalan kaki, terus berjalan, berjalan, dan berjalan. Dikiri-kanan yg terlihat hanyalah tumpukan beton yg berdiri dengan angkuhnya. Tak lama kami-pun tiba di tempat yg kami tuju. Kesan pertama yg tampak dari jalan braga adalah nuansa tempo dulu. (emang braga dulu dipenuhi oleh lalu lalangnya kendaraan seperti sekarang yah??) jalanannya sedikit unik karena tidak terbuat dari aspal yg dapat kita lihat pada umumnya, melainkan menggunakan pola kotak-kotak (kayak seragam pendukung jokowi-ahok yah) yg terbuat dari batu. Bangunannya kebanyakan masih asli dari jamannya. Diskotik disana-sini. Banyak orang yg keluar masuk ke tempat tersebut. (saya mah ogah banget, bukan apa-apa. Hal itu dikarenakan saya orangnya takut ruangan gelap). Tapi suasana di luar juga gak kalah ramenya. Banyak orang-orang berkumpul di pinggir jalan. Banyak cewek yg berpakaian agak cihuy yg seakan-akan pakaiannya itu berbisik, “ayo mas datanglah padaku”. Banyak para pedagang yg selalu bahagia karena kemana-mana selalu saja membawa banyak makanan, minuman, dll. Ada juga yg lagi tiduran (kasihan mereka. Setau saya nih gan, kan di Indonesia ada UUD 1945 pasal 34 yg kira-kira berbunyi seperti ini, “fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”. Tapi kalo melihat realitanya kayak begini saya jadi ragu jangan-jangan pasal tersebut hanya untuk pelengkap saja tanpa ada pelaksanaannya) tapi sudahlah, mari kita tinggalkan orang-orang yg sedang tertidur pulas itu, mari kita lanjutkan ceritanya.
Perjalananpun berlanjut, tujuannya masih belum  tentu. Huh, kenapa sih tujuannya selalu saja tidak pasti. Dan kenapa ibu jari kaki ini begitu egois terus saja memerintahkan berjalan tanpa saya sendiri juga tidak tahu kemana beliau akan membawa saya. Tapi tak apa lah. Cuma berfokus pada pergi, bukan kemana.
Terus berjalan menyusuri jalanan kota bandung. Melewati beberapa gedung tua (kayak judul lagu dangdut yah) yg sepertinya gedung tersebut peninggalan pada jaman kolonial belanda. Suasana mencekam mulai terasa. Dari beberapa jendela gedung tersebut sekilas ada bayangan (belum tentu itu bayangan setan loh. Kan saya bilang Cuma sekilas ada bayangan). Suasana menyeramkan semakin menjadi-jadi setelah saya berpapasan dengan beberapa mojang imitasi from bandung (kalo gak salah sih disekitar daerah wastukencana). Mereka lagi nongkrong, jumlahnya sekitar 3 orang. Memasang aksi sok feminim dengan body yg aduhai seperti gitar spanyol (tapi yg udah jatuh dari puncak menara mesjid agung bandung). Bedak yg kalo diukur kira-kira tebalnya hampir sama dengan tebalnya aspal beton yg ada disekitar rumah ane. Dada super gede (gak tau tuh isinya apaan). Bahasanya aneh (tapi ada sih beberapa kata dari kaum mereka yg ane kenal soalnya dulu juga ane punya temen sekelas mahluk yg kayak gini). Tapi untungnya sang khalik masih mendengar doa hamba jadi saya tidak jadi dimangsa oleh para predator ganas ini. buat agan-agan yg lagi sial ketemu sama mahluk macam ini ada beberapa saran nih dari saya. Cara pertama pura-pura gak ngelihat aja gan. Istilah gaul-nya sih selonong boy. Gak usah tengok kanan-kiri, tetaplah pada jalan lurus yg dikehendaki oleh sang maha pencipta (ngomong-ngmong kata maha, kayaknya di dunia ini Cuma ada dua maha yaitu mahaesa dan mahasiswa yah???). cara kedua masuk aja sama golongan type si pasrah. Kalo digangguin agan-agan pura-pura aja pingsan. Kalo lagi beruntung sih itu mahluk paling langsung cabut karena ogah banget buat tanggung jawab udah bikin anak orang kelepek, tapi pas lagi sialnya nih gan, agan-agan bisa jadi sasaran serangan rudal mereka (ikh, amit-amit). Cara ketiga, nah ini cara terampuh. Agan-agan berlaga saja layaknya atlet marathon.  Tanpa pikir panjang langsung aja ambil jurus seribu langkah (tapi harus dipastiin dulu kecepatan lari agan-agan wajib lebih cepat dari itu mahluk).
Ngomong-ngmong geje juga nih ngomongin posernya para cewek. Udahlah, lanjut ceritanya. Kembali ke laptop.
Jam sudah menunjukan hampir jam 1 pagi. Suasana dingin khas kota bandung sudah mulai terasa. Sambil menahan rasa dingin kamipun terus berjalan. Tapi suasana berubah seketika ketika tidak sengaja saya melihat mobil jenazah yg lagi asyik nongkrong (parkir) didepan sebuah yayasan kesehatan. Suasana dingin yg tadinya terasa alami berubah menjadi dingin yg aneh, tanpa pikir panjang kami pun berlomba lari secepat yg kami bisa untuk mencapai garis finish. Asli gan, serem banget itu mobil. ditambah didalamnya itu ada keranda mayatnya. Lagian itu mayat manja banget. Udah mati, eh malah masih sempet-sempetnya kepikiran buat minta dianterin jalan-jalan pake mobil.
Untungnya ketegangan berakhir setelah kami berpapasan dengan tukang nasi goreng (ini tukang nasi goreng asli, bukan hantu.) ditambah ada beberapa orang juga yg lagi asyik menghajar nasi goreng buatan si mas-mas penjualnya. Kalo gak salah nama nasgor-nya itu NASI GORENG SI NGANYING (jl.cihampelas). berhubung barusan kami sudah mengikuti lomba lari sprint, maka secara tidak langsung perut kami protes minta jatah. Yah daripada masuk angin, tanpa pikir panjang langsung saja kami memesan nasgor tersebut (sebenernya sih alasan utama beli nasgor tersebut bukanlah karena barusan udah lari terbirit-birit, tapi dikarenakan dari tadi tunangan saya ngeyel pengen nasi goreng. Aneh nih anak, ngidam kali yah. Padahal kan bikinya aja belum). Tapi yah sudahlah, sang maha kuasa sudah terlanjur mempertemukan kami dengan penjual nasi goreng tersebut, jadi kami tidak sanggup menolak apa yg dikehendakinya.
Akhirnya makanan yg ditunggu-tunggu pun jadi juga dan siap disantap. Kami Cuma memesan 1 porsi buat berdua. Selain kesan romantisnya lebih dapet, juga lebih hemat loh. Saya kan Cuma menjalankan program pemerintah tentang penghematan (hemat atau pelit sih??? bingung). Tanpa berpikir panjang apalagi berpikiran pendek, kami berdua langsung menghajar nasgor buatan si amang tersebut (saya yg disuapin) dan terbukti ternyata tangan si amang (si amang yah, bukan siamang yg sejenis kera) memang ahli dalam membuat nasi goreng. Rasanya itu loh, seperti nasi goreng. Pokoknya nasi goreng banget lah.
Nasgor-pun habis, seperti biasa saya melakukan ritualnya para cowok. Yaps, tepat. Merokok seudah makan. Rokok garfit (gudang garam filter) sudah di tangan dan siap buat dieksekusi. Udara dingin rasanya semakin menambah nikmat lintingan tembakau yg  kuhisap (udahlah jangan ngomongin rokok, ntar dikira promosi). Tak terasa waktu seakan enggan buat berhenti walaupun untuk sejenak hingga tibalah saatnya kami harus berpisah dengan pedagang nasgor tersebut yg sudah amat sangat berjasa karena telah bersedia melakukan barter dengan kami yg menukar sejumlah uang diganti sesuap nasi gorengnya yg sangat enak. Sayangnya malah beliau yg mengucapkan terimakasih pada kami, bukannya kami pada beliau. Sungguh penjual nasi goreng yg amat mulia hatinya.
Perjalanan berlanjut dan kembali kami berdua menemukan kenyataan pahit yg benar-benar membuat dada kami sesak. Kalo gak salah di bawah fly over pasopati (depan RSHS) kami menemukan 2 orang yg sudah lanjut usia lagi terlelap tertidur dengan pulasnya (mungkin saja mereka sedang bermimpi) beralaskan tanah dan hanya terlindung oleh kokohnya jalan layang yg ada diatasnya. Sekilas saya berfikir dan merenung, bagaimana rasanya jika saya ada di posisi mereka? Dan kemanakah pengaplikasian tentang UUD 1945 pasal 34 itu? Miris, mengingat negara kita ini sudah mempunyai aturan dan undang-undang yg tujuannya begitu mulia tapi sepertinya tidak ada atau tidak dilakukan di kehidupannya nyata-nya. Saya mau menyalahkan, tapi pada siapa atau pada apa? Pada sistem-kah? Pada pemerintah-kah? Pada para pejabat-kah yg mengaku para wakil rakyat? (sedangkan rakyatnya susah aja mereka gak tahu), pada tuhan? Atau pada diri saya sendiri yg ingin membantu tapi tidak punya senjata buat membantunya? (dana, partner, wewenang, dll). Yg pasti ini menjadi sebuah renungan untuk kita semua. Karena baik secara langsung maupun tidak, kita semua ini ikut andil dalam segala sesuatu yg sudah, sedang, maupun yg akan terjadi di dunia ini. satu langkah yg menurut saya paling mudah sekaligus paling efektif, yaitu mulailah berubah menjadi lebih baik dari diri kita sendiri. Saya ingat pepatah yg kira-kira isinya begini, “ubahlah dirimu sendiri, maka duniapun akan berubah ditanganmu”.
Sekian postingan saya tentang my experience, semoga bermanfaat. Ambil yg baiknya, yg jeleknya buang saja ke tong sampah terdekat.
Salam damai dari seseorang yg berusaha lebih mengerti dunia.