Realita disekitar kita begitu menyeramkan.
lebih memilukan daripada kata memilukan. Lebih menyedihkan dari pada kata
menyedikan.
Dulu, kita dijajah oleh bangsa asing (portugis,
inggris, jepang terutama belanda sialan). Penjajahan dulu amatlah kejam. Dari
mulai perampasan sumber daya alam yg tak berimbang, perlakuan yg sangat amat
tidak manusiawi, kerja paksa, dan lain sebagainya. Leluhur-leluhur kita harus
menanggung beban yg teramat berat. Mereka sampai meneteskan keringat, mengucurkan
darah, bahkan tidak sedikit yg sampai meregang nyawa. Semua itu karena siapa?
Ulah siapa? Yg jelas itu mungkin sudah goresan takdir dari yg maha kuasa.
Tapi leluhur-leluhur kita tidak mau kalau anak
cucunya kelak harus merasakan penderitaan yg sama dengan apa yg mereka rasakan
saat itu. Leluhur kita bangkit, melawan dengan segenap upaya, tenaga, waktu,
pikiran, dan segalanya. Mereka tak pernah menyerah. Mereka terus memperjuangkan
hak mereka. Hak untuk hidup tentram, nyaman, sejahtera, terlebih di tanah air
sendiri. Seperti peribahasa, “home sweet home”.
Akhrinya kemerdekaanpun tercapai. 17 agustus
1945, itu adalah hari paling membahagiakan bagi leluhur kita yg hidup dan
berjuang pada masa itu. Mereka menangis terharu. Meneteskan airmata akan
ungkapan kebahagiaan. Karena pada hari itu, Indonesia telah resmi menjadi
sebuah negara yg merdeka.
Tapi bukan masalah kemerdekaan yg ingin saya
bahas. Karena saya bukanlah seorang sejarahwan, bukan juga seorang yg bergelar
akademis tinggi (D1,D2,D3,S1,S2,profesor) yg mempunyai pengetahuan luas tentang
hal ini. saya hanyala seorang manusia yg banyak akan kekurangan, berpendidikan
rendah, namun tidak berarti kepekaan saya akan lingkungan ini minim.
Didalam tulisan ini saya mengajak para pembaca
sekalian agar lebih bisa membuka mata hati saudara sekalian untuk lebih jelas
menatap realita kehidupan. Cobalah kalian tengok di tiap perempatan jalan.
Masih banyak orang-orang yg menderita. Menjadi pengemis, pengamen, dan lain
sebagainya. Mungkin sekilas kita melihat mereka sebagai sosok yg menjijikan.
Tapi kalian lupa akan sesuatu. Coba kalian lihat lebih jelas, siapa yg menjadi
para gelandangan dan pengemis tersebut? Jawabannya sangat miris, yaitu bangsa
kita, bangsa pribumi.
Sekarang kalian juga coba main ke tempat-tempat
pusat perbelanjaan atau tempat-tempat lain yg terkenal untuk kalangan
highclass. Lihat sekeliling disana. Siapa yg kebanyakan berada disana.
Berfoya-foya, berbelanja, dan lain sebagainya. Apakah bangsa pribumi?
Jawabannya tentu bukan. Mereka yg bisa menikmati kehidupan yg sangat amat layak
kebanyakan para koko atau enci yg bermata sipit. merekalah penjajah jaman
sekarang.
Lantas muncul pertanyaan, kemanakah bangsa kita
sendiri? Orang-orang pribumi kebanyakan hanyalah menjadi para pegawai
rendahannya. Bahkan banyak yg beropini, “ah bangsa urang mah paling oge jadi
kekesedna”
Memang tidak sedikit bangsa kita yg sukses dan
hidup sejahtera, tapi yg demikian itu masih minoritas. Kebanyakan bangsa kita
masih hidup di bawah garis kemiskinan. Kebanyakan bangsa kita masih dijajah.
Dijajah secara halus oleh para penjajah baru yg didalam otak mereka kayaknya Cuma “angpau
weh jeung angpau”
Lantas muncul lagi pertanyaan, ini salah siapa?
Apakah karena faktor SDM? Atau faktor modal? Siapa yg bertanggung jawab?
Pertanyaan tersebut sangatlah terlalu rumit
untuk dijawab. Yg jelas kita hanya bisa berusaha dan berdoa. Semoga hidup kita
tidak akan selamanya seperti ini. walaupun kita harus dengan terpaksa mengalami
penjajahan secara halus ini, kita harus bertekad cukuplah kita saja yg
merasakan ini. jangan sampai anak cucu kita juga mengalaminya juga. Amin ya
rabb
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan berikan komentar anda