Pesan sang ibu
Tatkala aku menyarungkan pedang
Dan bersimpuh di atas pangkuannya
Tertumpah rasa kerinduan-ku pada sang ibu
Tangannya yang halus mulus membelai kepalaku
Bergetarlah seluruh jiwa ragaku
Musnahlah seluruh api semangat juang-ku
Namun sang ibu berkata
Anakku sayang
Apabila kakimu sudah melangkah ditengah padang
Tancapkanlah kakimu dalam-dalam
Dan tetaplah terus bergumam
Sebab gumam adalah mantera dari dewa-dewa
Gumam mengandung ribuan makna
Apabila gumam sudah menyatu dengan jiwa raga
Maka gumam akan berubah menjadi teriakan-teriakan
Yang nantinya akan berubah menjadi gelombang salju yang
besar
Yang nantinya akan mampu merobohkan istana yang penuh
kepalsuan
Gedung-gedung yang dihuni kaum munafik
Tatanan negeri ini sudah hancur anakku
Dihancurkan oleh sang penguasa negeri ini
Mereka hanya bisa bersolek didepan kaca
Tapi membiarkan punggung-nya penuh noda
Dan penuh lendir hitam yang baunya kemana-mana
Mereka selalu menyemprot
kemaluannya dengan parfum luar negeri
Diluar berbau wangi didalam penuh dengan bakteri
Dan hebatnya sang penguasa negeri ini
Pandai bermain akrobatik
Tubuhnya mampu dilipat-lipat
yang akhirnya pantat dan kemaluan sendiri mampu dijilat-jilat
Anakku
Apabila pedang sudah kau cabut
Janganlah surut
Janganlah bicara soal menang dan kalah
Sebab menang dan kalah hanyalah mimpi-mimpi
Mimpi-mimpi muncul dari sebuah keinginan
Keinginan hanyalah sebuah khayalan
Yang hanya akan melahirkan harta dan kekuasaan
Harta dan kekuasaan hanyalah balon-balon sabun yang terbang
di udara
Anakku
Asahlah pedang
Ajaklah mereka bertarung ditengah padang
Lalu tusukan pedangmu ditengah-tengah selangkangan mereka
Biarkan darah tertumpah di negeri ini
Satukan gumam-mu menjadi revolusi
Mereka dirampas hak-nya
Tergusur dan lapar
Bunda relakan darah juang kami
Padamu kami berjanji
sanggar satu bumi