Translate

Minggu, 29 Juli 2012

israel + para sekutunya = bahan bakar neraka

kalian tahu anjing? itulah israel dan para dedengkotnya.
kalian tahu anjing? itulah israel dan para dedengkotnya.
kalian tahu anjing? itulah israel dan para dedengkotnya.
mereka itu lebih keparat dari pada anjing. lebih biadab. kenapa saya berani ngmong kaya gini? barusan saya browsing tentang foto-foto korban agresi israel di jalur gaza, dan hasilnya masya allah sangat memilukan. anda bisa cek sendiri di http://www.google.co.id/korban/jalur/gaza
jika hati anda sama sekali tidak tersentuh dan tidak merasakan penderitaan para saudara kita yg ada di sana, berarti anda juga sama goblognya dengan para anjing dunia tsb.
sesungguhnya banyak sekali hal yg kita tidak tahu tentang apa yg sedang terjadi dan melanda saudara seagama (islam) kita yg ada di jalur gaza. banyak sekali konspirasi, propaganda, dan rencana terselubungnya. semua itu diatur oleh pihak-pihak yg kadang kita sangka mereka itu akan berbuat baik. tapi nyatanya, cuiihh anjing. mereka itu sama sekali bukan dewa penolong, melainkan figur jahat dalam skenario tsb. ini lah diantaranya :

Anda tentu ingat Mavi Marmara. Nama sebuah kapal yang bagi rezim Zionis Israel bak mimpi buruk tanpa akhir. Nama yang mampu mengubah secuil pendapat negatif terhadap Israel dalam diri seseorang menjadi segunung kebencian. Tapi bagaimana dengan Rachel Corrie? Cukup sulit melupakan nama tersebut khususnya bagi yang mengamati masalah Palestina. Rachel Corrie adalah seorang aktivis perempuan asal Irlandia yang gugur karena menghadang buldoser rezim Zionis saat merusak rumah warga Palestina.

Namanya selalu abadi dalam catatan sejarah perjuangan melawan kejahatan rezim Zionis Israel. Untuk mengenang dan meneladani perjuangannya, nama Rachel Corrie kembali diukir di badan sebuah kapal bantuan kemanusiaan untuk warga Jalur Gaza yang diblokade rezim Zionis.
Kapal bantuan kemanusiaan Rachel Corrie pun berangkat meninggalkan pelabuhan di Irlandia menuju Jalur Gaza. Para aktivis di atas kapal Rachel Corrie membulatkan tekad untuk meluncur ke Gaza meski ada ancaman dari militer Zionis. Apalagi keberangkatan Rachel Corrie, tidak lama setelah serangan brutal militer Israel terhadap kapal Mavi Marmara, di konvoi bantuan kemanusiaan Freedom Flotilla. Serangan yang merenggut nyawa 20 aktivis.
Singkatnya, ketika mendekati perairan Gaza, kapal Rachel Corrie dihadang sebuah kapal perang militer Zionis. Para aktivis Rachel Corrie ngotot untuk tetap melanjutkan pelayarannya menuju Gaza meski mendapat ancaman dari militer Israel. Di sisi lain, Israel tidak dapat menggunakan kekerasan dalam hal ini menyusul gelombang amarah dunia atas peristiwa di atas kapal Mavi Marmara belum reda.
Pada akhirnya Rachel Corrie berhasil digiring oleh militer Zionis menuju pelabuhan Ashdod di Israel. Namun perlu diingat bahwa kapal Rachel Corrie sempat mengubah haluan menuju Gaza saat dikawal kapal tempur Zionis. Kecaman dan protes pun kembali menghujani Israel.
Drama Rachel Corrie belum berakhir. Sabtu 5 Juni, warga Irlandia berunjuk rasa di Dublin mengecam pemerintah soal kapal Rachel Corrie. Ternyata, pemerintah Irlandia berada di balik perubahan rute Corrie menuju Gaza. Kementerian Luar Negeri Irlandia mendapat tekanan dari Israel untuk mencegah kapal Rachel Corrie sampai ke Jalur Gaza. Deplu Irlandia pula yang menekan awak dan aktivis di kapal Rachel Corrie untuk menuruti perintah Israel.
Meski demikian, Freedom Flotilla terus berlanjut. Mulai dari pengiriman dua kapal dari Lebanon hingga rencana gerakan konvoi 50 kapal dari berbagai belahan penjuru dunia pada September nanti.
Amalthea Muncul
Upaya rezim Zionis untuk mencegah gelombang pengiriman kapal bantuan kemanusiaan untuk Gaza juga terus digulirkan tanpa henti. Di berbagai kesempatan termasuk pada Dewan HAM PBB, Tel Aviv menilai serangan terhadap kapal bantuan kemanusiaan menuju Gaza sebagai hak legalnya. Selain itu, Tel Aviv mendesak Uni Eropa, Dewan HAM, bahkan Sekjen PBB, untuk ikut mencegah pengiriman kapal bantuan ke Gaza.
Tidak ketinggalan, Amerika Serikat juga mendukung aksi Israel itu dengan mengumbar janji akan menjadi mediator bagi penyaluran bantuan kemanusiaan untuk Gaza. Mengapa baru sekarang?
Tiba-tiba Sabtu 10 Juli 2010, Yayasan Amal Internasional Gaddafi mengirimkan kapal bantuan kemanusiaan untuk Gaza. Mata dunia dan media massa kembali terpaku pada keberangkatan kapal bernama Amalthea itu. Pengiriman kapal bermuatan 2.000 ton bantuan makanan dan obat-obatan itu juga mendapat ancaman dari rezim Zionis Israel.
Awalnya, seperti yang diungkapkan Yusuf Sawani, direktur eksekutif lembaga amal pimpinan putra Presiden Libya itu, kapal ini hanya akan menuju Gaza untuk menjebol blokade. Setelah melalui kronologi panjang mulai dari kerusakan mesin dalam perjalanan hingga kepungan kapal perang Israel, akhirnya Amalthea menyetujui tuntutan Israel untuk merapat ke pelabuhan el-Arish di Mesir.
Selama itu, terjadi kontak antara Israel, Mesir, dan markas lembaga amal Libya tersebut. Seperti biasa, Mesir sebagai karib Israel di kawasan, memediasi proses dialog. Hasilnya, lembaga amal Libya menyetujui ditandatanganinya kesepakatan dengan Israel soal pembentukan rekening khusus senilai $50 juta dolar. Rekening itu akan digunakan untuk keperluan transfer bahan konstruksi ke Jalur Gaza. Prosesnya melibatkan Badan Bantuan Kerja dan Pengungsi Palestina PBB (UNHCR).
Amalthea dan Tiga Kejanggalan
Proses di atas tampak seperti sebuah upaya bersama dari Libya, Mesir, dan juga rezim Zionis Israel untuk menghindari pertikaian dalam penyaluran bantuan untuk Gaza. Namun sebenarnya terdapat beberapa kejanggalan.
Pertama, mengapa el-Arish di Mesir bukan Ashdod di Israel? Tidak seperti yang dikemukakan putra Gaddafi dalam wawancaranya bahwa tujuan ekspedisi Amalthea adalah rekonstruksi Jalur Gaza, gerakan Freedom Flotilla digulirkan untuk mengakhiri blokade Gaza. Tidak seperti Amalthea, kapal Rachel Corrie dan para aktivisnya bersikeras menuju Gaza meski mendapat ancaman. Digiring ke Ashdod pun tidak masalah karena itu berarti Israel memang mencegah masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza. Namun dari penggiringan Rachel Corrie ke Ashdod ada hasil lain yang cukup penting dalam upaya Freedom Flotilla. Yaitu berlanjutnya tekanan dan protes masyarakat dunia.
Jika proses itu terus berlanjut, tak ayal rezim Zionis tidak dapat menahan kerasnya gelombang penentangan dari masyarakat dunia yang pada akhirnya memaksanya mengakhiri blokade atas Gaza.
Benarkah nyawa para syuhada Mavi Marmara berjatuhan hanya demi tujuan yang diklaim oleh Gaddafi Junior tersebut?
Kedua, pelibatan UNHCR dalam koordinasi bantuan. Hal ini semakin menguatkan asumsi bahwa drama pengiriman kapal bantuan Amalthea memang skenario yang disusun rezim Zionis agar tekad masyarakat dunia soal Jalur Gaza "melempem". UNHCR bukan sebuah institusi yang baru diterjunkan dalam krisis di Jalur Gaza dan Palestina secara keseluruhan. Lembaga ini telah lama beraktivitas di sana, bahkan saat blokade berlangsung.
Lalu apakah keberadaannya selama ini mampu mengubah situasi? Apakah satu karung semen bisa saja masuk ke Gaza?
Anehnya, hal ini juga diakui oleh putra Gaddafi, pemimpin lembaga amal Libya itu. Bahwa selama ini semua upaya untuk memasukkan bahan-bahan bangunan dan pangan ke Gaza ditentang oleh rezim Zionis Israel. Ini semua terjadi di saat masyarakat dunia bahkan PBB mengecam Israel atas aksinya itu. Lalu apa jaminan bahwa Israel akan komitmennya itu?
Ketiga, sekaligus pertanyaan paling penting. Mengapa Mesir dan Libya? Mesir sudah jelas-jelas menjadi karib dan pendukung rezim Zionis Israel. Tentu Anda tidak lupa pemerintahan Presiden Mesir, Husni Mobarak yang menutup perbatasannya dengan Jalur Gaza atas desakan Israel. Ditambah lagi bahwa Mesir adalah termasuk di antara segelintir negara Arab yang memiliki hubungan kerjasama meluas dengan Israel.
Mengapa harus Libya? Terlepas dari apresiasi terhadap segala niat amal baik, Libya yang selama krisis Flotilla berlangsung tidak pernah bereaksi secara tiba-tiba mengirim kapal bantuan ke Gaza. Dengan preseden bahwa Presiden Mesir, Muammar Gaddafi, merupakan pemimpin Arab "nyentrik" cenderung "kebablas", pengamat menyatakan besar kemungkinannya drama pengiriman kapal Amalthea hanya bagian kerjasama di balik layar Israel dengan Gaddafi dan putranya juga Mesir. (IRIB/MZ/SL)Sumber :IRIB News-Radio Iran

Peristiwa Sabtu Berdarah
Setelah melewati masa sepekan lebih berakhirnya pakta gencatan senjata antara Israel dengan pemerintah otoritas Palestina di Jalur Gaza, ketegangan antara kedua pihak kembali memuncak. Pemerintah Otoritas Palestina di Jalur Gaza, yang dalam hal ini dikendalikan oleh gerakan Hamas, memang telah menegaskan tidak akan memperpanjang pakta gencatan senjata, karena melihat tidak adanya satupun itikad baik dari Israel. Selama masa enam bulan pakta gencatan senjata, Hamas berusaha ‘mematuhi’ isi perjanjian, dengan berusaha ‘mengendalikan’ keamanan Jalur Gaza. Mengendalikan keamanan Jalur Gaza bisa diartikan menahan sekuat mungkin berbagai kemungkinan serangan militer ke wilayah Israel yang dilancarkan oleh berbagai elemen perlawanan, baik itu sayap militer Hamas, atau sayap militer harakah lainnya.
Tetapi seperti biasa, berbagai ‘itikad baik’ Hamas tidak berbalas hal sepadan dari Israel. Lebih dari 19 bulan sudah blokade ekonomi atas Jalur Gaza, bukan semakin diperlonggar, malah semakin diperketat. Ini saja telah memicu berbagai krisis kemanusiaan yang sangat memilukan yang kita saksikan melanda para ahli (keluarga) kita di Jalur Gaza. Kekurangan bahan makanan, obat-obatan, listrik, energi, dan air bersih, serta berbagai prasarana dasar kehidupan lainnya, telah membuat kehidupan rakyat kita di Jalur Gaza semakin memprihatinkan. Janji proposal pertukaran tahanan antar juga tidak sepenuhnya ditepati. Beberapa prosesi pertukaran tahanan pernah terjadi, tetapi umumnya yang dibebaskan bukanlah tahanan dari pihak ‘gerakan Islam’, tetapi dari faksi-faksi nasionalis sekular seperti Fatah dan PLO pimpinan Mahmud Abbas yang notabene sekutu Israel dari bangsa Palestina. Ketika berbagai upaya pertukaran dan pembebasan tahanan seakan ‘deadlock’, Israel dengan dibantu tangan pemerintah otoritas Palestina pimpinan Mahmud Abbas di Tepi Barat tidak berhenti menangkapi berbagai elemen perlawanan di Tepi Barat. Berbagai persoalan di atas semakin diperparah dengan tidak berhentinya proyek perluasan pemukiman Yahudi, penyerobotan tanah atas milik rakyat Palestina, pembekuan dan perampasan asset-aset tetap mereka.
Maka, masa enam bulan gencatan senjata antara rejim otoritas Palestina di Jalur Gaza yang dikuasai Hamas dengan Israel, seperti menunggu saja momentum untuk meledak. Ketika masa enam bulan gencatan senjata itu berakhir lebih dari sepekan yang lalu, masing-masing pihak seperti kembali ke baraknya. Elemen perlawanan Palestina tidak bersemangat lagi untuk meneruskan/memperpanjang pakta gencatan senjata. Sementara Israel, seperti diketahui, beberapa pekan menjelang berakhirnya perjanjian gencatan senjata sesungguhnya telah mempersiapkan sebuah program agresi atas Jalur Gaza.
Apa yang kita khawatirkan, namum sesungguhnya sudah kita perkirakan itu akhirnya terjadi. Kami mendengar berita agresi Israel terhadap para ahli kita di Gaza pertamakali dari sms seorang teman yang menyaksikan ‘breaking news’ Al Jazeera pada hari Sabtu malam sekitar pukul 11.30 waktu negeri ini. Dalam gebrakan pembuka dari serangan ini, angkatan udara Israel telah melancarkan serangan bom setidaknya pada 30 titik, menewaskan sekitar 155 orang, dan melukai lebih dari 200 lainnya. Dan dalam kurang dari 3 hari sejak Sabtu, Israel telah melancarkan serangan bom berpresisi atas lebih dari 230 titik, menewaskan lebih dari 315 rakyat Palestina, dan melukai lebih dari 1000 yang lainnya.
Sementara, di tengah (seperti biasa) kecaman berbagai pemimpin dan tokoh dunia termasuk tokoh negeri ini, serta di tengah (seperti biasa) berbagai unjuk rasa mengecam Israel di berbagai negeri, termasuk juga di beberapa kota termasuk ibukota negeri ini, Israel malah tengah menyiapkan 6500 pasukan cadangannya untuk memulai perang darat memasuki Jalur Gaza.

Palestina, Qodliyah Al Markaziyah

Ada satu hal menarik yang setidaknya kami cermati di negeri ini. Jika isu Jihad fi sabilillah dibicarakan, maka arus besar umumnya orang akan memalingkan pandangannya ke Palestina. Pada saat yang bersamaan sesungguhnya banyak elemen perlawanan, banyak kalangan Mujahidin fi Sabilillah, banyak tanah-tanah tsugur, banyak bumi Jihad. Tetapi perhatian orang dan khususnya perhatian ‘aktifis Islam’, tertuju lebih kepada Palestina. Perhatian atas Palestina, diekspresikan dalam berbagai hal, mulai dari menggalang opini massa melalui berbagai media, demonstrasi dan berbagai event, hingga penggalangan dana dan dukungan yang dikhususkan untuk Palestina.
Memang, patut untuk kita sadari, Palestina adalah Qodliyah Al Markaziyah, salah satu ‘persoalan utama’ ummat Islam hari ini. Di Palestina ada masjid suci, yang eksistensinya terkait erat dengan eksistensi ummat ini, sementara masjid suci itu keadaannya tengah terancam hilang eksistensinya akibat program penggusuran sistematis yang dilakukan bangsa Yahudi laknatullah. Palestina adalah jantung Syam. Sementara untuk wilayah Syam (wilayah yang membentang meliputi Syria, Jordania, Libanon, dan Palestina) dan para penduduknya, begitu banyak hadits Rasulullah yang berbicara tentang keutamaannya…
“Syam dan penduduknya, akan sentiasa ada dalam keadaan bersiaga hingga Hari Qiyamat…”
“Kebaikan Allah tambatkan di Bumi Syam…”
“Syam dan penduduknya adalah pecut Allah di muka Bumi…”
“Akan sentiasa ada satu thoifah yang berperang di atas Al Haq… mereka bertempat di Syam…”
Palestina bahkan mungkin salah satu pusat dunia dan dinamika peradaban. Sehingga ada orang berkata, siapa yang menguasai Palestina, maka ia menguasai dunia. Atas dasar ini kita mempersaksikan Palestina menjadi tempat berbagai pergolakan dan dinamika besar yang mempengaruhi jalannya roda sejarah dunia. Palestina adalah bumi yang paling banyak mempersaksikan para Nabi dan Rasul yang diutus Allah Rabbul Alamin. Palestina dan bumi Syam, adalah wilayah yang terkait sangat erat dengan berbagai ru’yah dan nubuwah Rasulullah tentang berbagai peristiwa masa depan dan rentetan kejadian Akhir Jaman. Seakan Palestina adalah bumi dari sebagian besar masa depan Din ini, dan masa depan dari ummat manusia. Sementara Palestina hari ini, menghadapi musuh paling bengis, makhluq Allah yang sangat buruk. Palestina hari ini menghadapi kepala ular yang ekor dan sulurnya merambat mencengkeram berbagai belahan dunia. Maka wajar jika Palestina adalah salah satu persoalan utama ummat hari ini.
Tanpa bermaksud melebihkan yang satu dan mengecilkan yang lain, kami sepakat bahwa Palestina adalah Qodliyah Al Markaziyah. Tetapi yang kadang kami rasakan, seakan ada sikap dan perhatian yang kurang adil yang kita terapkan ketika kita berbicara tentang isu Jihad, tanah Jihad, dan Mujahidin. Kami tidak menafikan atau mengecilkan persoalan Palestina yang sangat kritis ini serta keadaannya yang demikian memilukan ini. Tetapi bukankah, pada saat yang bersamaan, bertebaran juga berbagai peristiwa memilukan, berbagai keprihatinan, yang terjadi di tanah-tanah Jihad yang lain? Mengapa perhatian kita tidak sama, atensi kita tidak sama, manakala itu adalah tanah Jihad Iraq, atau Afghanistan, atau Bumi Kaukasus, atau Filipina Selatan, atau Thailand, atau Arakan, atau Assam, atau Kashmir, atau Xinjiang, atau bumi Dua Hijrah, Shomalia, atau belahan bumi Jihad lainnya? Mengapa rasanya atensi kita tidak sama, seperti atensi yang sedemikian antusias yang kita berikan untuk Palestina?
Kami merasa sikap yang seakan membeda-bedakan seperti itu, atau sikap yang mengkhususkan Palestina seperti itu, bisa jadi akan sangat merugikan rakyat Palestina dan elemen perlawanan yang ada di sana. Allahu a’lam

Israel Besar Amerika Kecil

Jika kita membaca sejarah berdirinya entitas Israel di atas negeri Palestina, kita dapat melihat dengan gamblang hubungan yang sangat erat antara tiga dari lima negara pendiri PBB yang selanjutnya menjadi anggota tetap Dewan Keamanan PBB, dan peran signifikan mereka dalam menggolkan proyek ‘Eretz Yisrael’ di Bumi Palestina. Tiga negara itu adalah Inggris, Perancis, dan Amerika. Perjanjian Sykes Picot antara Inggris, Perancis, dan Spanyol telah membagi dunia Islam umumnya dan wilayah Arab khususnya dalam kapling-kapling yang dibagi antar tiga negara tersebut. Palestina jatuh ke dalam kendali protektorat Inggris. Pada tanggal 2 November 1917, Perdana Menteri Inggris, Sir Arthur Balfour menandatangani ‘Deklarasi Balfour’, yang menegaskan dukungan agar Palestina menjadi ‘national home’ – rumah nasional, bagi bangsa Yahudi. Deklarasi Balfour ini adalah pembuka jalan secara formal bagi berdirinya entitas Israel di Palestina. Pada tahun 1947, sesaat setelah PBB berdiri, di antara hal pertama yang dilakukan lembaga ini adalah menyetujui resolusi untuk membagi Palestina ke dalam dua ‘negara’, satu negara untuk Israel, dan satu negara untuk komunitas Arab. Tanggal 14 Mei 1948, Yahudi di Palestina tersebut mendeklarasikan berdirinya entitas Israel, yang segera didukung oleh negara Inggris, Perancis, dan Amerika.
Karena itu bisa dikatakan, lahirnya entitas Israel merupakan hasil perselingkuhan keji negara-negara tersebut. Selanjutnya, dukungan mereka atas entitas Israel semakin dilanjutkan. Dalam hubungan selanjutnya, peran Inggris selaku ‘bapak pengayom’ Israel diteruskan oleh Amerika. Umumnya orang memandang Amerika hari ini sebagai ‘Bapak Baptis’, pelindung setia Israel. Setiap tahun Amerika mengalokasikan tidak kurang 5 milyar US$ dari penghasilan pajaknya untuk membantu Israel. Setiap tahun, selain bantuan 5 milyar US$ tersebut, Amerika juga mengalokasikan 1.8 US$ khusus untuk membangun militer Israel. Rejim Amerika, dari waktu ke waktu adalah kaisar bagi Israel. Rejim Amerika ini telah setia menekan Konggres untuk membatalkan setiap keberatan yang disampaikan terkait pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan Israel. Konggres dapat memangkas anggaran apa saja, tapi tidak anggaran yang ditujukan untuk Israel. Amerika juga negara yang setia menjegal setiap resolusi apa saja yang dikeluarkan PBB untuk ‘sekedar’ mengecam Israel.
Tetapi kami melihat pola hubungan antara Amerika dan Israel lebih jauh lagi. Amerika bukanlah sekedar sekutu Israel, atau sekedar pengayom dan pelindung Israel. Melihat berbagai kenyataan yang ada, mungkin lebih tepat jika dikatakan bahwa Amerika dan Israel itu satu tubuh. Amerika adalah perwujudan Israel sebagaimana Israel adalah representasi Amerika. Amerika adalah Israel Besar, sementara Israel adalah Amerika Kecil. Kuat atau lemahnya keadaan Israel, tergantung dari kuat lemahnya sang ‘Israel Besar’, yaitu Amerika. Sebagaimana juga satu pukulan terhadap Israel, sang ‘Amerika Kecil’, merupakan satu pukulan langsung terhadap Amerika.
Berdasarkan logika ini, maka argumentasi yang kami sebutkan di atas mengenai sikap memilah-milah isu Jihad serta mengkhususkan Palestina, bisa jadi berakibat semakin merugikan rakyat Palestina. Dalam keadaan kita, keadaan ummat Islam yang lemah seperti ini, bukankah setiap aksi ‘kecil’ yang ‘menyentil Israel, akan segera ditanggapi dengan balasan bumi hangus oleh Israel dan tentu didukung Amerika. Satu roket perlawanan, dibalas ratusan rudal berpresisi tinggi dan dukungan penuh sang Israel Besar.
Berdasarkan logika ini, mengapa kita tidak ‘memodifikasi sedikit’ strategi Jihad kita? Sembari kita mempersiapkan diri menuju ‘Al Malahim Kubra’ yang akan terjadi di Elia (Yerusalem) bersama ‘Pasukan Panji Hitam’ untuk menggenapkan Nubuwah Rasulullah tentang kehancuran total Israel dan ditumpasnya bangsa Yahudi laknatullah, mengapa kita tidak ‘meluaskan medan pertempuran’? Mengapa kita tidak memukul Israel, dengan cara memukul ‘Israel Besar’, kita melemahkan Israel supaya kedudukan para ahli kita dan Mujahidin kita kuat di Palestina, dengan cara melemahkan, memecah kekuatan, dan meruntuhkan (insya Allah) Amerika dan segala kesombongannya? Karena ketika Israel besar itu lemah dan terkalahkan, itu pula insya Allah yang terjadi pada Amerika kecil.
Lihatlah kenyataan ini. Pada bulan Juni 2008 Israel bersedia menandatangani kesepakatan gencatan senjata selama enam bulan dengan Hamas di Jalur Gaza. Merupakan suatu hal yang sangat langka, jika tidak ingin dikatakan suatu hal yang tidak mungkin, Israel bersedia menjalin kesepakatan dengan musuhnya. Tetapi ternyata Israel bersedia menyepakati perjanjian gencatan senjata dengan Hamas selama enam bulan. Apa yang terjadi pada masa itu? Pada masa jeda itu, bisa dikatakan Amerika berada dalam posisi lemah. Amerika mengalami kekalahan di berbagai front perangnya. Sementara di dalam negeri, Amerika menghadapi krisis finansial yang mengarah pada krisis ekonomi negerinya. Di tambah lagi, pada masa jeda itu, Amerika berada dalam masa ‘transisi’ karena tengah menjalani kampanye pemilihan presiden barunya.

Ini adalah Perang Semesta
Memang menjadi satu ironi, ketika pandangan kita terpilah-pilah seperti itu, terkotak-kotak, tidak demikian halnya dengan sikap musuh dan pandangan musuh atas kita. Seluruh elemen musuh memandang kita sebagai satu lawan yang harus ditumpas. Karena itu musuh menghimpun seluruh kekuatannya, menyatukan seluruh shaf dan frontnya, lalu memusatkan seluruh kekuatan dan front tersebut untuk menumpas kita dan meluluhlantakkan seluruh sendi kehidupan kita. Dan musuh yang kejam ini tidak membedakan siapa kita, sipil atau militer, militant atau abangan. Musuh yang kejam dan tanpa belas kasih ini menyapu rata serangannya atas seluruh Dunia Islam.
Yang banyak di antara kita belum juga menyadari, sesungguhnya kita saat ini tengah menghadapi ‘The Judeo Christian Crusade Alliance’, yang telah melancarkan perang salib masivnya berpuluh-puluh tahun lamanya atas Dunia Islam. Poros utamanya adalah aliansi Yahudi dan Nashrani. Di lapis keduanya adalah kekuatan kuffar dari kalangan Musyrikin, Atheis, dan sekular. Dan di lapis ketiganya adalah para operator serta komprador pengkhianat dari kalangan murtaddin. Sehingga bagaimana mungkin kita masih saja memiliki pandangan terpilah-pilah seperti ini, padahal yang ada di depan mata itu sesungguhnya Perang Semesta? Hari ini kita menghadapi kondisi Perang Semesta yang dilancarkan aliansi musuh kafir, ‘Harbu Sholibiyah al Alami’, sehingga atas kondisi ini status Jihad telah naik menjadi fardlu ‘ain ala kulli muslim.
Ya Allah! Betapa sama hari-hari ini dengan hari-hari lalu. Ketika hendak memulai agresi atas Afghanistan dan kemudian dilanjutkan ke Iraq pada tahun 2001, Bush seakan mengulangi kembali elegi lama, dengan berkata, “This is crusade war…”. Bush bahkan menegaskan kembali dengan berkata, “Kini Anda harus memilih (dalam Kampanye Perang Salib ini), apakah Anda bersama kami, atau bersama teroris…”
Ya Allah! Betapa sama hari-hari ini dengan hari-hari lalu. Sheikhul Islam Ibnu Taimiyah memberikan kesaksiannya ketika balatentara Tartar memasuki Bumi Islam dan menimpakan fitan yang memilukan atas ummatnya. Menghadapi fitan balatentara Tartar ini, ummat terpecah menjadi tiga golongan:
 
Kaum Mukholif (golongan yang menyelisihi). Yaitu segolongan ummat yang mereka mengaku beriman dan berislam, tetapi karena gentar dan mencari selamat, mereka memilih bergabung membantu balantentara Tartar. Ketika mereka berdiri membantu musuh yang tengah memerangi ummat Islam, sesungguhnya mereka telah menyelisihi Din dan keimanan mereka, mereka sesungguhnya telah murtad dari Din kendati masih mengaku-aku beriman.
 
Kaum Mukhodzil (golongan yang menggembosi). Yaitu segolongan ummat yang mereka mengaku beriman dan berislam, tetapi karena gentar dan mencari selamat, maka mereka memilih berdiam diri, melarikan diri, dan menyelamatkan diri sendiri. Mereka tidak membantu atau memihak balatentara Tartar, tetapi mereka juga tidak terjun berjihad bersama Mujahidin untuk menahan serangan Tartar. Kendati mungkin iman dan islamnya tidak batal, mereka telah berdosa atas sikap diam dan melarikan diri dari kancah pertempuran.
 
Kaum Mujahidin (golongan yang berjuang). Yaitu sekelompok orang dari kalangan kaum muslimin, yang bangkit berdiri menahan serangan musuh, berjuang dengan gigih bersama apa saja yang mereka punya. Mereka menggantungkan nasibnya hanya kepada Allah Sang Pemilih Izzah, menghadapi musuh yang kejam dan bengis, dengan peralatan dan perlengkapan perang paling hebat saat itu.
Mengenai golongan ketiga ini, Sheikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Adapun kelompok-kelompok Mujahidin yang bertahan di Bumi Syam, serta detasemen-detasemen Mujahid yang datang membantu dari arah Kinaan (Mesir), maka golongan inilah yang paling layak mendapat predikat At Thoifah Al Manshurah…”
Maka sungguh tepat kata-kata si Bush dan penegasan Sheikhul Islam Ibnu Taimiyah. Maka di tengah pusaran fitan Perang Semesta ini, tentukanlah di mana posisi kita. Tentukanlah di mana kedudukan kita, apakah kita ini kaum mukholif, atau kaum mukhodzil, atau kaum Mujahid… Tetapi sesungguhnya At Thoifah Al Manshurah itu hanya satu…

Ibrah, Ketepatan Strategi Al Qaidah
Asy Syahid (insya Allah) Al Imam Abdullah Yusuf Azzam pernah berkata dalam salah satu kumpulan risalahnya, sesungguhnya ada tiga simbol kekuatan dan pemersatu Ummat Islam. Yang pertama adalah institusi Khilafah, yang kedua adalah tempat dan tanah suci Ummat Islam, dan yang ketiga adalah Jihad fi Sabilillah (Menara Yang Hilang, kumpulan risalah Al Imam Abdullah Yusuf Azzam yang diterbitkan oleh Pustaka Al Alaq Solo). Karena itu di antara sasaran dari kampanye perang semesta yang dilancarkan musuh dalam rangka melemahkan Ummat Islam, adalah menghancurkan tiga simbol ini. Musuh berhasil menghancurkan simbol yang pertama, yaitu semenjak dihapuskannya institusi Khilafah pada tahun 1924 oleh Mustapha Kemal Pasya laknatullah. Sementara untuk masjid dan tanah suci, maka pada saat ini kesemua tanah suci kita berada dalam bahaya. Aliansi Yahudi Nashrani berhasil menguasai Baitul Maqdis, semenjak 1948 dengan berdirinya entitas Israel di Palestina. Yang mungkin masih banyak ummat Islam tidak menyadari adalah kondisi tanah Haramain, Makkah dan Madinah yang saat ini dalam keadaan kritis. Ummat umumnya tidak menyadari karena mereka merasa masih bisa melihat Makkah dan Madinah, masih dapat mengunjungi Ka’bah dan Masjid Nabawi setiap tahun dalam ibadah hajji atau umrah. Padahal Haramain telah berada dalam ancaman aliansi Yahudi Nashrani semenjak 1996 ketika Monarchi Suud yang khianat merestui masuknya balatentara kafir Amerika ke Tanah Semenanjung Arabia. Kini tinggallah Jihad fi Sabilillah yang tersisa. Sementara Jihad fi Sabilillah tidak henti-hentinya diperangi, mulai dari menebarkan berbagai syubhat dan kerancuan pemahaman tentang Jihad, menimpakan stigma buruk mengenai Jihad, mencap para dan pendukungnya Mujahid sebagai teroris, memisahkan dan memecah ummat ini lalu menjauhkannya dari Jihad dan Mujahidin, serta berbagai tipu daya lain.
Menarik untuk mengkaji bagaimana Mujahidin (baca Al Qaidah dan orang-orang yang semanhaj dengan mereka) memandang seluruh dinamika ini. Sudah lama Mujahidin menyadari Harbu Sholibiyah Al alami ini, sehingga Mujahidin menyeru ummat untuk menghadapi perang salib semesta ini dengan sikap semesta pula. Pada tahun 1996 selepas masuknya armada salib Amerika ke Tanah Semenanjung Arabia, Abu Abdillah, Usamah bin Ladin mengeluarkan deklarasi dari dataran tinggi Hindukush, Afghanistan, yang menyatakan perang terbuka terhadap Amerika dan sekutunya untuk mengusir seluruh kekuatan kafir dari Tanah kelahiran Nabi dan seluruh bumi Islam. Melalui pernyataan deklarasi perang ini pula Abu Abdillah menyeru ummat Islam untuk memerangi kepentingan Amerika dan sekutunya di mana saja berada.
Kembali pada isu Palestina yang tengah menghangat pada hari-hari belakangan ini. Mujahidin sering dituduh mereka mengabaikan Palestina. Mujahidin sering dituduh mereka kurang memberi perhatian pada masalah Palestina. Mereka sering dituduh sibuk mengobarkan perang di Iraq, Afghanistan, Shomalia, meledakkan bom di Islamabad, menyampaikan pernyataan tentang Shesyan, tetapi jarang berbicara tentang Palestina atau melancarkan aksi langsung di Palestina.
Mendahului amaliyat 9 September 2001 atas New York dan Washington, Abu Abdillah pernah menyampaikan rilis pernyataan, “Aku bersumpah demi Allah Yang Maha Perkasa. Amerika, dan mereka yang tinggal di Amerika, tak akan kami biarkan merasakan keamanan dan kedamaian, hingga kami merasakannya di Palestina, dan hingga seluruh kekuatan kafir diusir dari bumi kelahiran nabi saw, dan bumi Islam seluruhnya…”.
Melalui pernyataan itu Abu Abdillah menegaskan tentang posisi Amerika, dengan apa yang terjadi di Palestina dan Tanah Semenanjung Arabia, serta seluruh bumi Islam lainnya. Kemudian terjadi amaliyat 911 yang penuh berkah,yang oleh beberapa analisis disebutkan sebagai salah satu bentuk ‘pertolongan’ terhadap Palestina khususnya, dan Bumi Islam umumnya.
Awalnya saya pribadi tidak dapat mengerti apa hubungan langsung atau dampak langsung dari amaliyat 911 dengan pertolongan kepada rakyat Palestina. Bahkan memandang negatif amaliyat ini dengan menilainya sebagai aksi yang justru dapat semakin memojokkan posisi ummat Islam. Tetapi perkembangan selanjutnya harus membuat saya mengoreksi pandangan awal tersebut. 911 adalah strategi memancing ‘sang ular’ keluar dari sarang, kemudian memecah kekuatannya. Kalau ular itu sudah keluar dari sarangnya dan terpecah kekuatannya, maka ia lebih mudah untuk dipukul. Segera setelah 911, Amerika terjun langsung ke dalam berbagai front peperangan dengan Mujahidin, mulai dari Afghanistan, Iraq, Shomalia, dan bumi-bumi Jihad lainnya.
Delapan tahun lebih semenjak 911, Amerika terpuruk di berbagai front perang yang mereka terjuni. Ini sedikit banyak melemahkan kondisi dan posisi Amerika, juga menguras potensi-potensi ekonominya. Situs The Washington Post pada bulan Maret 2008 menurunkan rilis mengenai perkiraan biaya perang Amerika. Washington Post menulis biaya perang perbulan untuk Iraq berkisar sekitar 12 milyar US$. Jumlah ini membengkak menjadi sekitar 16 milyar US$ jika ditambah Afghanistan. Itu baru perkiraan konservatif dan baru meliputi biaya operasional penempatan pasukan di Iraq dan Afghanistan. Beberapa analis menyimpulkan salah satu sebab krisis finansial dan ekonomi yang melanda Amerika baru-baru ini, salah satu sebabnya adalah terkurasnya potensi ekonomi Amerika untuk membiayai perangnya.
Dan yang lebih menarik, yang juga dihasilkan dari 8 tahun semenjak 911 adalah berdirinya Daulah Iraq Al Islami dan mulai masuknya elemen Mujahidin berfaham Salafiyah Jihadiyah ke Bumi Al Quds. Jika kita memperhatikan peta Iraq dan negeri sekelilingnya, kita dapat melihat posisi strategis Iraq. Ke arah Selatan Iraq dapat menjadi basis untuk membebaskan Tanah Semenanjung Arabia dan bumi suci Haramain dari cengkeraman kekuatan kafir. Ke arah barat, setelah Iraq adalah wilayah Syam, meliputi Syria, Jordania, Libanon, kemudian Palestina. Maka Daulah Iraq Al Islami, daulah yang didirikan di atas pucuk-pucuk tombak Mujahidin, diharapkan menjadi basis pemberangkatan battalion Mujahid yang akan membelah bumi Syam – Syiria, Jordania, Libanon, untu membebaskan Al Quds. Bersamaan dengan persiapan itu, proses membuka jalan juga disiapkan untuk wilayah Syam. Di wilayah perbatasan, khususnya Libanon, mulai bertumbuh elemen-elemen Mujahidin, yang secara berkala menyusupkan dirinya ke arah Palestina,khususnya Tepi Barat dan Gaza. Keberadaan Tanzhim jihadi seperti Fatah Al Islam di Libanon, bisa jadi merupakan sinyalemen ke arah itu. Selain itu mulai bertumbuhnya juga elemen-elemen Mujahidin Muwahidin, khususnya di Jalur Gaza, seperti Jaisyul Islami fi Filisthin dan Jaisyul Ummah.
Mujahidin memahami bahwa perang yang dilancarkan musuh ini adalah perang semesta dan mensikapinya pula dengan pendekatan menyeluruh. Mujahidin memandang hendaknya seluruh bagian-bagian bumi Jihad itu menjadi satu matarantai perlawanan Islam terhadap aliansi global Yahudi Nashrani yang melancarkan perang salib semesta ini.
Demikianlah, ketika mereka tengah memerangi Amerika di Afghanistan, Iraq, Shomalia, serta seluruh sekutunya di berbagai belahan bumi, sesungguhnya mereka tengah berusaha menahan dan melemahkan serta bahkan meruntuhkan Sang Israel besar itu, dengan Ijin Allah Azza wa Jalla. Keruntuhan sang Israel besar, sudah tentu juga adalah keruntuhan sang Israel kecil. Inilah salah satu pertolongan langsung yang dipahami Mujahidin untuk para ahli kita di Palestina.
Kini kita dapat lebih memahami, betapa benar dan tepat kata-kata Mujahidin. Sungguh benar kata-kata Al Imam Abdullah Yusuf Azzam ketika ditanya mengapa ia memilih berjihad di Afghanistan ketimbang di Palestina serta mendorong orang untuk memulai Jihad di Afghanistan ketimbang Palestina. Al Imam Abdullah Yusuf Azzam berkata, sebagaimana perkataan para Mujahidin Afghan selanjutnya hingga kini, “Kami berjihad di Afghanistan untuk membebaskan Palestina”.
Sungguh benar kata-kata Amir Istisyadiyyyin, Abu Mus’ab Az Zarqawi, semoga Allah menyayanginya, ketika Beliau berkata, sebagaimana perkataan para Mujahidin Bumi Rofidain, “Kami bertempur di Bumi Rofidain, sementara mata kami lekat menatap Al Quds”.
Demikian pula Mujahidin Shomalia yang berkata, “Kami bertempur di Tanah Dua Hijrah, sementara mata kami lekat menatap Al Quds”.
Sebagai penutup, kami menyampaikan kata-kata Al Imamul Mujahid, Abu Abdillah, Usamah bin Ladin, semoga Allah menjaganya, yang ia tujukan khususnya pada rakyat Palestina, dan umumnya pada Ummat Islam. Persoalan Palestina tidak mungkin dapat diselesaikan di meja negosiasi, atau di kotak-kotak pemilu, atau mempercayakan pada rejim-rejim khianat, atau pada elemen perlawanan yang telah mandul. Apa-apa milik kita yang telah direnggut musuh dengan besi dan api, tidak dapat direbut kembali, melainkan dengan besi dan api. Sesungguhnya Jihad adalah solusi satu-satunya bagi Palestina.
Kepada kita semua, hendaknya segera bersiap dan berbuatlah. Perang semesta telah ada di depan mata, sementara kita sendiri telah memahami Jihad hari ini hukumnya fardlu ‘ain atas seluruh Muslim. Hendaknya bersiap dan berbuatlah mulai sekarang.
“Wa a’iddu lahum mastatu’tum min quwwah…”
Ya Allah!
Tsabatkan dan berilah pertolongan kepada Saudara kami Mujahidin
di Palestina, Afghanistan, Iraq, Shomalia, Bumi Maghrib Islami, Kashmir, Shesyan, Filipina, Tailand Selatan, Arakan, dan seluruh tempat
Ya Allah!
Persatukanlah shaf-shaf Mujahidin, dan limpahkan kemudahan dalam urusan kebaikan mereka.
Hiburlah keterasingan mereka, dan limpahkan kebercukupan dan pertolongan atas mereka dan keluarga mereka.
Ya Allah!
Hancurkan aliansi Yahudi dan Nashrani beserta seluruh kaki tangan mereka di seluruh bumi.
Wahai Engkau Yang Maha Hidup, Maha Perkasa, Maha Membuka
Dan Izzah itu hanya milik Allah, RasulNya, dan Kaum Mu’minin
sumber : https://antipemurtadan.wordpress.com/2008/12/31/israel-besar-amerika-kecil/





Kairo – Infopalestina: Sumber media Mesir mengungkapkan bahwa semua pertemuan keamanan tingkat tinggi telah terjadi beberapa minggu sebelah agresi militer Israel ke Gaza, antara petinggi kelompok kideta di gerakan Fatah Muhammad Dahlan dengan tim khusus pelaksana rencana Dayton di dinas intelijen Israel. Mereka membahas terkait serangan ke Gaza dan hasil yang bisa diprediksi dari aksi tersebut.
Jurnalis Mesir spesialis masalah Palestina, Ibrahim al Darawi, dalam pernyataan kepada kantor berita Quds Press menjelaskan dia memiliki informasi yang menegaskan adanya pertemuan yang diadakan di kota Ramallah, Tepi Barat, dan dihadiri sejumlah petinggi keamanan, selain Muhammad Dahlan, seperti Taufiq Thairawi. Dia memberikan detail lokasi pos keamanan dan militer yang digunakan Hamas di Jalur Gaza yang kemudian menjadi target serangan udara Zionis Israel yang dimulai hari Sabtu (27/12) lalu.
Darawi menegaskan bahwa informasi yang diberikan Dahlan mencakup informasi tentang bahwa gerakan Hamas sedang menyiapkan gelombang keamanan baru. Dahlan meminta Amerika dan Israel melancarkan “serangan yang menyakitkan” yang tidak mungkin bagi Hamas bakit lagi setelah serangan itu. Namun apabila serangan selintas lalu maka Hamas akan kembali kuat seperti sedia kala.
Darawi menambahkan, “Saya memiliki informasi dari sumber-sumber terpercaya bahwa Muhammad Dahlan menunjukkan kesiapannya dalam pertemuan tersebut untuk kembali ke Jalur Gaza dan memegang kendali tugas dinas keamanan bila sayap keamanan dan militer gerakan Hamas bisah dihabisi.”
Para pengamat banyak mengomentari tentang kemunculan tiba-tiba Muhammad Dahlan di sebagian media massa dan televisi, berbicara Sabtu (27/12) sore dari Ramallah dalam pertemuan panjang beberapa jam setelah dimulainya agresi ke Jalur Gaza. Setelah sebelumnya lama tidak muncul di media.
Di sisi lain, sumber-sumber media menyebutkan bahwa pemerintah Mesir telah memanggil para pemimpin keamanan yang lari dari Jalur Gaza dan dari gerakan Fatah yang ada di Mesir, Yordania dan Tepi Barat, mereka diundang untuk hadir ke Kairo demi melakukan koordinasi seputar apa yang harus diambil untuk mengendalikan kondisi di Jalur Gaza ketika pemerintah Hamas jatuh. Sumber ini menyebutkan bahwa sebagian tokoh yang diundang Mesir ini bertolak ke kota Arisy, dekat Rafah, untuk tinggal di sana dan memantau peristiwa.
Sumber-sumber ini juga menyebutkan bahwa Dahlan sudah melakukan kontak dengan salah seorang senior pejabat intelijen Mesir untuk menyampaikan surat kepada Umar Sulaiman (kepala intelijen Mesir) yang intinya bahwa dia sudah melakukan kontak dengan para pejabat di Amerika, Inggris, Perancis dan Yordania bahwa dia siap untuk melakukan inisiatif menyelamatkan Jalur Gaza. Dahlan sudah sampai di Kairo secara rahasia, Senin kemarin, setelah melakukan kunjungan panjang di salah satu Negara Eropa. Dia menolak melakukan wawancaran namun dia menyampaikan kepada pejabat keamanan Mesir abhwa diperkirakan dia akan ada di Jalur Gaza pada saat terjadi kekacauan dan orang-orang keluar ke jalan-jalan untuk menjatuhkan pemerintahan Hamas.
Sumber-sumber ini menegaskan terjadinya pertemuan antara komandan militer Israel dengan sejumlah komandan intelijen perang Mesir yang ada di perbatasan Karem Shalom. Tujuannya untuk koordinasi antara kesatuan militer Israel dan pihak Mesir saat aksi militer yang dilakukan Israel ke Jalur Gaza.


tuh kan mereka terbukti goblog-goblog. sama sarapnya kaya anak yg ada disebelah kostn gue yg agak idiot, bukan agak lagi tapi sangat idiot. apabila kalian belum puas, silahkan cari info lagi tentang israel dan para sekutunya @google.
sudahlah, cape ngetik panjang lebar. toh negara yg dihujatnya pun sudah kebal dengan cacian dan makian. telinga mereka sudah pada ditutup pake granat. jadi percuma kita terus menghujat mereka. kita cuma bisa mendoakan mereka agar terkena azab yg sangat pedih (gak usah di doain juga mereka bakalan aja ttep kena azab). tapi garis besar dari postingan saya ini hanyalah ingin menyampaikan tiga kata buat mereka. the words is FUCK YOU BITCH...............
wassalam.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan berikan komentar anda